Kakak Berjilbab, Kok Pacaran?



Berikut adalah tulisan teman yang sangat baik hatinya. Kemudian saya memberi beberapa komentar terhadap apa yang disampaikannya.

********"**"***********"*************"********

Kenapa sih kalian harus bertengkar soal "perspektif pacaran"
Oleh: N U U


Pacaran. Yups. satu kata yang punya banyak followers dan haters. Yang followers sepakat berpendapat bahwa jalan ini adalah jalan perkenalan mutlak yang harus dijalani dua orang untuk saling dekat dan memahami karakter pasangan sebelum menikah “kita nggak akan bisa nikah/jadi lanjut menikah kalau kita nggak pacaran dulu/kalau kita tiba2 putus”semisal. Bagi si followers pacaran, menikah itu jalannya susah , terjal, jadi harus penuh pertimbangan yang realistis sebelum masuk ke vase kehidupan itu, salah satu jalan realistisnya adalah harus memilih kehendak hati, menjadi saling mencintai kemudian penjajakannya lewat pacaran. (Disini definisi pacaran yang saya maksud adalah hubungan yang dilakukan dua orang sebelum menikah ya, entah dengan istilah ta’aruf komitmen atau istilah2 Jaman Now yang lain dan biar lebih mudah nulis di artikel kita sebut saja itu dengan 1 kosa kata. “pacaran”.) Oke balik lagi kalau tadi tentang si followers, Berbeda dengan si haters yang pastinya akan meledak ledak ketika mendengar kata ini diucapkan oleh si followers, atau ketika si haters melihat aktivitas ini di tengah lingkungannya.

Hohooo... Haters tingkat tinggi bisa mengeluarkan makian paling sakitnya, dengan dalil dalil agama, dengan apapun pendapat yang membenarkan bahwa pacaran adalah hal yang dilarang. kalau tadi si followers yang lebih membawa misi cinta dan realistis, si haters ini beda lagi, dia membawa prinsip iman yang begitu kuat, si haters begitu yakin menang krn dia membawa kebenaran prinsip agama yang mutlak dan tidak diragukan lagi. Kata haters Rasulullah aja udah bilang “ lam aro al mahabbatani illa finnikah, aku blm pernah melihat dua org yang saling mencintai kecuali dlm pernikahan” Sebenarnya haters ini membawa visi yang begitu mulia, ingin menyampaikan kepada followers bahwa prinsip agama islam melarang pacaran akan membuat kalian tidak akan pernah menyesal. so ikuti kalau kalian mengaku islam, dll.

But terkadang saran haters dengan caciannya, sindirannya, atau judgementnya kepada followers dengan kata-kata pedas menimbukan pertengkaran yang pelik diantara kedua kubu ini. dan dlm artikel ini saya ingin berada di posisi tengah2 yang akan mencoba menulis dengan sudut pandang yang se-netral netralnya. Pertanyaan yang selalu bikin saya risau dan nggak nyaman adalah,  Kenapa sih harus ada pertengkaran yang dasyat, saling menyakiti hati, saling menyalahkan, saling membuat perasaan orang lain terluka, cuman soal “perspektif pacaran?” kasian dong yang sebenernya haters pacaran tapi karena dia bener-bener nggak bisa mengelak dengan perasaan jatuh cinta yang itu bukan keinginannya, bukankah jatuh cinta juga kita nggak pernah tau akan terjadi kapan, di umur berapa, dan bukankah itu bukan sesuatu yang direncanakan? kenapa salah satu orang bernasib seperti ini harus disalahin sama perasaan yang nggak pernah dia rencanakan dan sama jalan yang dia lalui buat niatnya yang sebenarnya juga mulia, menikah?

hayolo, kalau udah kayak gini yang ada cuman saling menyakiti kedua kubu, saling bikin nyesek temen satu sama lain. Adanya bukan dakwah tapi malah bikin orang lain down. Okelah makanya pergulatan2 dan pertengkaran2 ini yang pengen banget saya bahas disini.

Sekarang begini, di dunia ini ada beribu orang hidup dan tidak semua orang yang hidup itu beriman dengan prinsip agama yang ada, dan kita nggak akan bisa memaksakan seseorang harus meyakini prinsip agama yang kita anut bersama. Kita nggak bisa maksa orang lain buat imannya sekuat baja seperti kita, nggak akan bisa. Semua orang punya kadar keimanan yang tinggi rendahnya beda beda, kadar kepercayaan kepada prinsip agama yang beda-beda juga. Nggak bisa disuruh harus ninggalin prinsip dia, nggak bisa disuruh harus sama imannya kayak kita.


Jadi kalau udah gitu anggep aja pacaran itu jalan masing-masing orang yang mereka yakini, nggak pacaran juga jalan masing-masing orang yang mereka yakini. Pada intinya garis finish nya adalah Menikah kan?. Tapi cara yang mereka ambil beda-beda. Ibarat kita mau pergi ke Bandung dari Malang, ada yang naik kereta lewat stasiun kota baru ke bandung, ada yang langsung naik pesawat biar cepet tapi turun jakata dulu baru naik kereta ke bandung, ada yang naik bus. Tapi semuanya tujuannya ke Bandung. Sama kaya mereka, tujuannya menikah. Sekarang dari cara-cara yang udah mereka lalui kita juga nggak akan pernah tau yang namanya jodoh dan rahasia Allah. Yang pacaran trus nikah abis itu cerai juga banyak. Yang nikah langsung nggak pake pacaran habis itu cerai juga ada. Nggak mesti yang nggak pacaran itu yang jodoh, belum tentu, iya kan? jadi buat apa kita harus bertengkar sama prinsip orang lain yang nggak sepaham sama kita? Kita nggak pernah tau kedalaman niat seseorang seberapa, kita nggak pernah tau dia pacaran karena terpaksa atau krn apa, krn mngkin sebenernya nggak mau pacaran tapi karena blm siap nikah masih berjuang dulu makanya itu dipake buat bertahan kita juga nggak tau, kita juga nggak pernah tau se-main main apa seseorang dengan pasangannya, kita nggak pernah tau bagaimana kerja keras lak-laki yang berkomitmen ingin menghalalkan pasangannya tapi belum punya modal? Jadi cobalah kita skip add dulu judgementnya kalau hati kita udah menyamaratakan kalau pacaran itu hina, buruk! yuk coba liat perasaan orang lain. Bukankah juga kita bukan Hakim? Bukankah raport setiap manusia nilainya juga dari Allah?

Walaupun pun pada akhirnya nanti yang paling menang pasti adalah haters yang membawa prinsip agama karena kebenarannya mutlaq, dan yang menghindari dosa pasti Allah lebih suka, yang tanpa pacaran berarti meminimalsir resiko2 yang timbul kedepan kayak putus , sakit hati dan segala konsekuensi yang dia buat dengan keputusannya yaitu pacaran. tapi alangkah lebih baik kalau haters ini memikirkan cara-cara yang lebih smooth untuk menciptakan dunia yang lebih damai dengan tanpa ada pertengkaran dan sakit hati kubu yang lain. Bukankah Rasulullah berdakwah juga dengan smooth?

Jadi mulai sekarang, yuk dakwahnya lebih di smooth in lagi, kalau soal perasaan kita nggak bisa mengukur dan menilai kadarnya, kita bisa dakwah dengan perilakunya aja, mulai dari kita berdakwah bahwa aktifitas berdua/ macem2 itu nggak boleh apalagi buat perempuan yang Allah itu nganggep kalian mahal, bernilai jadi hartanya harus dijaga, jangan sampe kelewat pacaran hartanya keambil sebelum nikah kan bahaya.

Kita bisa menceritakan Karena dalam pemilihan keputusan pacaran ini sebenernya yang harus mempertimbangkan dan menimbang nimbang resikonya adalah perempuan karena resiko terbesar akan menimpa dia dan kehormatannya. Jadi mungkin dakwah kita sekarng bisa mulai ke Warning activity of pacaran. Apa aja yang harus dijaga sebagai harga wanita, apa aja yang nggak boleh dilakuin, dll. Pada akhirnya Allah yang akan ngasih hidayah ke setiap pintu2 hati hambanya. Bisa jadi dari dakwah kita cuman ngasih warning pacaran harus puasa dulu nggak boleh ketemu nggak boleh ini itu,  harus jaga hati yang bener sampai wktu yg tepat, trus tiba2 dia sadar kalau cara pacarannya nggak sehat akhirnya dia memilih ninggalin semua mudhorot2 itu, who knows kan? atau tiba2 cowonya nyaktin dia akhirnya hidayah Allah lewat peristiwa putus , who knows juga kan? karena pada akhirnya nanti waktu akan membantu seseorang buat menyadari ternyata jalan mana yang sebenernya lebih baik buat dia jalani. intinya dakwah smooth dan didoain itu lebih keren dari pada lewat judgement yg menyakiti hati. krn soal raport dan penilaian harus bgt diserahin sama Allah. kan takut kalau kita awalnya haters bgt pacaran, abis itu Allah nakdirin kita mengalami rasa jatuh cinta kaya dia dan ternyata kta baru sadar kalau itu sulit, nanti kita malah jadi haters yang diejek balik kalau kita ga survive sama prinsip kita iya kan?

So slow down yah sekarang. Hidup kedamaian :)

************"*""""""************************

Kemudian berikut adalah komentar saya, heehe.

Kakak Berjilbab, Kok Pacaran?
Oleh: M. Fahmi


Aku sudah membaca baik-baik tulisan yang *name* post di web *name of blog*. Bagus sekali. Merupakan tulisan dengan nada yang tawasuth ala konsep Islam, yaitu tidak terlalu hemisfer kanan dan tidak pula terlalu hemisfer kiri.

Pada dasarnya memang, setiap manusia ditakdirkan memiliki pemikiran-pemikiran yang dengannya ia bisa melihat, mana yang baik dan mana yang tidak baik menurut subyektivitasnya masing-masing. Namun demikian, lagi-lagi perspektif manusia disadari atau tidak kadang terlalu dangkal dan bahkan tumpul untuk memahami keutuhan kebenaran.

Apalagi, manusia di muka bumi telah diberikan apa yang disebut sebagai pedoman kehidupan. Ia merupakan sumber dari segala. Dan, jangan pernah sekali-kali membohongkannya.

Dan lagi, kebenaran tetaplah sebagai sebuah kebenaran. Manusia dengan segudang ilmu yang dimiliki hanyalah setetes air di ribuan samudera.
Sebagai seorang muslim/ah, patut rasanya kita untuk memiliki keyakinan dan keteguhan yang utuh. Hanya untuk urusan agama, kita tak boleh sedikitpun plin-plan. Apalagi masih ragu atas masalah apakah pacaran itu boleh atau tidak. Sebab, agama adalah keyakinan dan keteguhan.

Kita tak perlu mencemooh mereka yang berpacaran. Tugas kita hanya menyampaikan kebenaran, sekalipun itu pahit rasanya (seperti misi Koma, heehe), bukan memaki. Bukan sama sekali. Mungkin cara pandang orang saja yang salah memaknai, kalau-kalau Islam itu kaku, kalau-kalau Islam itu pembenci, padahal tidak, hanya soal pembiasaan saja.

Satu lagi, kita telah mengerti segala tentang batas-batas pandang dan sentuh. Setiap pandang yang tidak pada tempatnya adalah karma. Setiap sentuh yang tidak pada tempatnya adalah api yang kelak lebih berhak untuknya.

Sementara, orang yang berpacaran tidak mungkin meniadakan keduanya. Bahkan, setiap ucapan adalah dusta, setiap penglihatan adalah entah. Apalagi dan selanjutnya. Rasa-rasanya, manusia telah diberikan anugerah nikmat hati, otak, mata, mulut, hanya untuk sebagaimana mestinya, bersyukur (baca: taat). Toh, sesungguhnya kalau dipikir-pikir secara bening tidak ada gunanya menghabiskan waktu untuk sesuatu yang sia-sia. Sebetulnya, pacaran itu tidak penting. Maaf, lelaki -agaknya- memang selalu berpikir mudah kalau hanya soal mencari, entah lagi kalau perempuan yang mudah sekali gelisah. Wkwk.

Saya, dalam hal ini malah -agaknya- lebih pro dengan pakaian yang dikenakan oleh kaum Hti. Hanya, ulama yang datang ke Indonesia pada waktu itu menyesuaikan dakwah dengan kondisi yang ada agar tidak terlihat kaku. Sehingga menjadilah sebagaimana menjadi, kebudayaan. Aturan hukum memang seperti apa yang ada sekarang, tetapi hukum Islam tetap berlaku di mana-mana sebagaimana yang semestinya.

Kesimpulan. Saya bukan seorang haters dan bukan pula seorang followers. Saya bukan pembenci dan pemaki mereka yang berpacaran. Saya juga bukan orang yang pengagum dan pengikut pacaran. Saya hanyalah hamba Tuhan yang memiliki prinsip, keyakinan, dan keteguhan, yang telah dibangun bertahun-tahun lamanya. Tanpa guru, mana mungkin aku mengetahui kebenaran, mana mungkin aku mengenal Tuhan. Dan lagi, semua hanyalah soal cara pandang. Islam itu indah, bukan. :)

Malang, 30 Oktober 2017