Merahasiakan Maqam


Merahasiakan Maqam dan Amal Shalih
Oleh: M. Fahmi

"... dan ketahuilah, bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun," [QS. al-Baqarah: 235].

Nabi Muhammad Saw. bersabda, "barang siapa di antara kalian yang mampu untuk memiliki amal shalih yang tersembunyikan, maka lakukanlah!" Kemudian imam adh-Dhahabi R.a. berkata, "seseorang yang ikhlas adalah seseorang yang mampu menyembunyikan amal baiknya sebagaimana ia menyembunyikan dosanya."

Nabi Muhammad Saw. juga pernah bersabda, "ilmu itu membisik, jika disertai amal, ilmu akan meresponnya, tetapi jika tidak ia akan meninggalkannya." Hadits ini menunjukkan bahwa barokah ilmu bisa sirna, tinggal argumen-argumennya belaka, sehingga seseorang akan menjadi ilmuwan, 'ulama, dan cendekiawan yang yang terfitnah oleh ilmunya sendiri, yang tersisa hanyalah pohon pengetahuan, sedangkan buahnya sirna darinya.

Mohonlah kepada Allah Azza wa-Jalla agar Dia memberikan rezeki kondisi ruhani dan maqom di hadapan-Nya. Bila Allah Azza wa-Jalla memberikan rezeki maqom dan haal pada kita, mohonlah agar Allah Swt. merahasiakan semua itu, dan hendaknya kita tidak suka bila rahasia itu ditampakkan. Bila kita suka ditampakkan kondisi ruhani kita yang ada di hadapan-Nya, maka itulah yang akan menyebabkan kehancuran. Berhati-hati dan waspadalah terhadap rasa kagum pada prestasi ruhani dan amal baik kita. Karena orang yang kagum pada amal dan ruhaninya, sesungguhnya ia telah terpedaya dan terkena amarah dari Allah Azza wa-Jalla.

Hati-hati, janganlah kita terlalu banyak berbicara dengan sesama, dan merasa senang ketika ucapan kita diterima. Hal itu justru yang akan membuat diri kita terkena bahaya dan tidak ada gunanya. Janganlah kita bicara dengan suatu kalimat sampai kalimat itu benar-benar mendapatkan restu dari Allah azza wa-Jalla. Bagaimana mungkin kita mengundang banyak orang ke rumah kita, sementara kita tidak menyiapkan hidangan bagi mereka? Persoalan ini harus membutuhkan pondasi, kemudian bangunan. Cangkuli hati kita hingga tumbuh subur air hikmah lalu bangunlah dengan ikhlas, mujahadat, dan amal shalih hingga istana kita menjulang. Baru setelah itu kita bisa mengajak orang lain. Ya Allah, hidupkanlah jasad amal kami dengan ruh keikhlasan dari-Mu.

Bagaimana mungkin bersembunyi dari makhluk bisa memberi manfaat pada diri kita, sementara makhluk terus menerus ada di hati kita? Sungguh tak ada kehormatan dan tak ada artinya khalwat kita. Bila kita berkhalwat sementara makhluk masih bercokol di hati kita, nafsu, syetan, dan hawa kesenangan terus menyertai kita, maka sesungguhnya kita dalam kesendirian tanpa hadir di hadapan Allah Azza wa-Jalla. Bahagia mesra itu bersama Allah Azza wa-Jalla. Bila hati kita merasa senang bahagia bersama Allah Azza wa-Jalla di sepanjang hembusan nafas, pasti kita sepi dari makhluk, walaupun kita bersama riuhnya orang.

Bila kebahagiaan indah benar-benar teguh mandiri di hati kita bersama Allah Azza wa-Jalla, maka dinding wujud kita pun roboh, mata-hati kita akan melihat, lalu yang kita lihat adalah anugerah dan tindakan-Nya. Lalu kita ridho hanya kepada-Nya, bukan ridho pada selain-Nya. Maka di situlah syarat ridho, berselaras dan 'ubudiyah benar-benar didapatkan.

Jangan sampai kita berdusta. Kita mengaku ridho, tapi hati kita bisa dirubah oleh sayuran, oleh suapan makanan, kata, dan gengsi. Kita jangan sampai berdusta, betapa nyaringnya dusta kita, sementara amal dan kejujuran kita menjadi sirna, bahkan tak seorang pun makhluk yang membenarkan kita.

Allah Swt. mewahyukan kepada hati para kekasih-Nya dengan Kalimat-kalimat yang istimewa, di mana mereka mengenal kebaikan dan mereka berserasi dengan Kalimat itu. Mereka yang hatinya tercerahkan akan senantiasa mengikuti jejak Rasul dalam ucapan dan tindakannya. Bila Rasul Saw. mendapatkan wahyu secara dhohir, maka para kekasih Allah mendapatkan melalui hati mereka (Ilham) karena mereka adalah para pewaris Nabi, pengikut-pengikutnya dalam seluruh apa yang diperintahkan Allah Swt. kepada mereka.

Bila kita ingin mengikuti jejak Rasul secara benar, maka perbanyaklah mengingat mati, karena mengingat mati itu akan berarti bagi diri kita, nafsu kita, menjauhkan syetan, dan menepiskan duniawi kita. Barang siapa yang tidak meraih nasihat dari maut, maka ia tidak akan meraih jalan nasihat. Nabi Saw. bersabda, "Cukuplah maut itu sebagai penasihat."

Bagian kita akan tiba, meskipun kita sedang zuhud sekalipun, dan kita justru akan meraih kemuliaan. Tetapi jika bagian itu kita ambil dengan ambisi nafsu, maka kita akan meraihnya, tetapi tidak meraih kemuliaan. Orang munafik itu malu kepada Allah Azza wa-Jalla ketika bersama makhluk, dan ia merasa sinis ketika tidak berada di tengah publik itu. Ingat! Jika iman dan akidah kita benar, Dia akan senantiasa memandang kita, Maha dekat dan Maha Mewaspadai kita, maka sungguh kita akan sangat malu atas segala kelalaian dan dosa yang telah kita perbuat. Kita tak lebih dari serpihan debu atau sebiji sawi di muka bumi, karena kita melihat yang memberi bahaya dan manfaat itu tetap datang dari Allah Azza wa-Jalla, bukan dari yang lain. Budak dan tuan adalah sama.

Beranikanlah untuk mengingkari diri kita dan yang lain melalui jalan syara', bukan jalan nafsu kita, kesenangan atau naluri kita. Bila syariat diam, maka berselaraslah dengan diamnya. Bila syariat bicara, maka berselaraslah dengan ungkapannya. Janganlah kita mengingkari orang lain dengan hawa nafsu kita, tetapi lawanlah dengan iman kita. Iman itulah yang kontra terhadap kemungkaran, sedangkan yaqin itulah yang menghapus kemungkaran. Allah Azza wa-Jalla Yang akan Menolong dan Membela kita. Allah azza wa-Jalla berfirman, "Bila Allah menolong kalian, tak ada yang mengalahkan kalian," (QS. Ali Imron, ayat 160). "Bila kalian memohon pertolongan Allah, Dialah yang menolong kamu dan mengokohkan pijakanmu," (QS. Muhammad, ayat 7).

Bila kita mengingkari kemungkaran sebagai wujud kecemburuan bagi Allah Azza wa-Jalla, maka Dia akan menolong kita untuk menghapus kemungkaran itu, menolong kita mengalahkan ahli mungkar dan menghinakannya. Tetapi jika kita nahi mungkar dengan emosi nafsu kita, hawa nafsu syetan, dan watak hina kita, maka Allah Azza wa-Jalla tidak akan menolong kita untuk mengalahkan ahli mungkar.

Imanlah yang kontra terhadap kemungkaran. Setiap tindakan nahi mungkar yang tidak didasari iman, maka bukanlah sebagai nahi mungkar. Seharusnya motivasinya hanyalah Lillahi Ta’ala. Bukan kepentingan diri dan nafsu kita, atau kepentingan makhluk. Benar-benar untuk kepentingan Allah Azza wa-Jalla, bukan untuk kepentingan diri kita. Tinggalkan stres kita dan ikhlaslah dalam amal-amal kita.

Maut akan terus mengintai kita, sudah seharusnya kita berkontemplasi. Karena itu, tinggalkanlah ambisi kita yang telah membuat kita terhina. Apa yang menjadi milik kita bakal tiba, dan apa yang menjadi milik orang lain tidak bakal kita raih. Karena itu, sibukkan diri kita bersama Allah Azza wa-Jalla. Jangan berambisi mencari apa yang menjadi milik kita dan yang bukan milik kita.

Allah Swt. telah berfirman, "Janganlah engkau pandangkan kedua matamu pada apa yang Kami hiaskan pada golongan-golongan dari mereka sebagai bunga-bunga kehidupan duniawi, di dalamnya sebagai cobaan dari Kami untuk mereka,..." (QS. Thaaha, ayat 131).

Tuban, 25 April 2017