Cerita di Sore Hari
Oleh: M. Fahmi
engkau selalu datang di waktu sore hari
menemuiku, mengucapkan salam, lalu buru-buru pulang bersama perginya mentari
engkau selalu bercerita tentang berbagai fenomena dan rahasia hidup dan kehidupan
anehnya, tak satu pun dari ceritamu yang masuk akal
tapi aku tetap yakin dan percaya akan kebenaran cerita-ceritamu
aku mengangguk asal mengangguk tatkala engkau menanyakan perihal kepahamanku
engkau juga selalu sabar mendengar setiap untai keluh kesahku
di dadaku ini, sudah seperti senja:
tabah menampung risalah cahaya dan gelap
antara tawa dan air mata
antara duka dan bahagia
yang senantiasa datang, entah dari ufuk yang mana
engkau selalu datang membawa senja yang purnama
sinarmu mengingatkanku, untuk selalu pulang pada langitNya
itulah yang membuatku selalu takjub kepada Yang Menjadikanmu
aku tak pernah tahu dari mana engkau datang dan ke mana engkau pergi
pernah suatu ketika kucoba diam-diam bersembunyi, membuntuti langkahmu ketika pergi
namun, aku tak pernah berhasil mengikuti jejakmu
engkau selalu hilang entah ke langit bagian mana, dikala matahari tenggelam sepenuhnya
pun juga tak pernah ku ketahui darimana datangmu
engkau selalu datang menemuiku secara tiba-tiba
waktu itu, tanpa ku duga-duga engkau telah duduk-duduk santai di ambang cakrawala, menikmati sore hari
bagiku engkau misteri
tapi aku tak begitu mempedulikan hal-hal semacam itu
kehadiranmu itu sudah merupakan bagian dari rasa bahagiaku
sebab, sudah lama aku tak melihat senja di sore yang sama
sudah lama aku menempuh sore seorang diri
ku lalui berbagai liku sore seorang diri, tanpa satu pun sahabat yang menemani
dan kini engkau datang, Senja
menemani perjalananku pada setiap momen di sore hari
kini aku selalu terhibur, karena kedatanganmu selalu mengundang tawa
entah dari mana asal tawa itu
dan sepertinya aku menyukaimu
dari sudut ufukmu saja aku sudah bisa melihat kejujuran, ketulusan, juga kasih sayang
Senja, maafkanlah bila dalam menyampaikan bahasa aku terlalu alay
ini kulakukan agar semua dapat terpahami secara menyeluruh
dan, justru dengan kealay-an ini aku bisa mengungkapkan rasa dengan kejujuran yang murni
Senja, tapi mungkin ini adalah senja terakhir kita bertemu
sebab, kini aku telah menjelma pecahan fajar di pagi hari
Senja, izinkan aku pamit dengan sebait puisi ini, di sore ini
maafkan aku
aku harus berjalan lagi seorang diri
menyusuri jalan yang tak dipilih oleh kebanyakan orang
menempuh berbagai liku waktu di sepanjang ruang
melewati dimensi lain yang tak pernah ada di waktu sore hari
karena aku tahu, engkau tak akan pernah bisa menemaniku di waktu fajar
tapi, tetaplah menjadi senja yang menghangatkan
dan aku akan memulai semesta baru, di ruang fajar
percayalah, justru aku sangat merindukan saat-saat bersamamu, di waktu sore hari
Malang, 14.11.14
Em Ef