Tak terasa kaki kita sudah sampai di sini. Di waktu yang telah dikabarkan oleh Kakanda Rasul Saw seribu empat ratus tahun yang lalu. "Tidaklah datang kepada kalian suatu masa kecuali setelahnya lebih kejam dari sebelumnya," begitu kata Rasul Saw dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari Ra.

Betapa kita telah benar-benar melihat. Menyaksikan dengan mata kepala kita sendiri tentang apa yang sebenarnya terjadi di hari ini. Apakah itu perihal pertentangan, permusuhan, kezaliman, dan lain sebagainya. Bahwa tubuh kita hampir sedemikian hancur, berurai, terpecah belah, tak lagi utuh. Yang pasti, ada dalang di balik semua ini, semacam pekerjaan haram, yang telah dibayar dan difasilitasi sedemikian rapinya untuk menghasut kita setiap saat, agar pandangan dan sikap kita atas persatuan dan kedamaian menjadi berubah. Sebab senjata api sudah tak layak pakai lagi, maka mereka menggunakan senjata hasut untuk merusak tubuh kita dari dalam.

Mari sejenak kita lupakan apa yang menjadi rel kebenaran bagi kita dan yang bukan. Apa yang menjadi ego kita dan yang lain. Bukankah para ulama dan pendiri terdahulu sudah sepakat untuk bersatu dan bersama-sama berjuang menurut apa yang diyakini masing-masing. Lakum dinukum waliyaddiin. Berbeda namun tetap satu.

Apalagi, kita sama-sama satu agama. Sama-sama mengucapkan syahadat, sama-sama salat, puasa di bulan Ramadhan, menunaikan zakat, dan menjalankan haji bagi yang mampu. Lalu apalagi yang mesti kita risaukan. Tak ada yang salah, bukan. Hanya mungkin cara pandang kita saja yang berubah. Sudah menjadi keniscayaan, apa yang dikatakan Rasul Saw, bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan. Dan kita tak bisa mengelak hukum alam itu, yang telah benar-benar kental di hari ini.

Hal yang tidak baik, yang paling sering terjadi adalah sikap saling hujat dan adu kebenaran masing-masing. Sekarang sudah sangat banyak, media online yang menjembatani percekcokan itu. Entah itu di fb, wa, ig, line, dan lain sebagainya. Meraka mendirikan kubu dan kelompok masing-masing, lalu menyelenggarakan pertandingan ideologi, bisa dibilang semacam debat publik. Entah itu berupa teks, gambar, video. Setiap admin bertugas menyebar kebenaran dari kelompoknya untuk membunuh paham yang bukan darinya.

Saya benar-benar miris sekali melihat semua ini. Tak peduli siapapun. Yang berdiri di atas rel kebenaran sekalipun dengan akalnya, menjadikan dalil untuk membenarkan diri, menyalahkan yang lain, kemudian menyulap segalanya. Dan seketika, bim sala bim!

Kalau boleh meminjam kalimat dari saudara saya yang sangat menggemaskan, Achmad Fauzi, kira-kira begini. Mengapa Tuhan menciptakan persaingan? Saya pikir proses ini memberikan dorongan bagi manusia untuk berlomba-lomba. Bagus, itu positif. Tapi di balik semua itu ada celah dan lubang besar yang nyata jika bisa dicerna lebih dalam lagi. Mereka melupakan satu hal yang paling penting; adakah Tuhan di dalam dirinya. Sebab orientasi perbuatan sudah tak lagi karena Tuhan, melainkan karena ingin mengungguli manusia lainnya. Mereka berlomba-lomba bahkan dalam hal ketuhanan sampai lupa di mana posisi Tuhan dalam hatinya. Tipis dan naif? Memang, manusia adalah tempatnya. Silakan konstruksi ulang niat dan orientasi. Pingin tak cekel tengkorak sirahe, banjur tak kepruk e! Tak isine hal-hal sing berguna. Tapi gak wes, gak jadi. Selamat bertafakur, selamat ngopi!"

Apalagi yang diperdebatkan hanyalah masalah-masalah kecil, yang furu'iyyah, yang masih banyak terjadi perbedaan di kalangan para ulama. Sudahlah, jangan lagi berdebat ya. Kumohon, jangan. Kita kan sudah saling memahami, bahwa kebenaran mutlak hanya milik Allah.

Saya tidak pro dan kontra terhadap siapapun. Namun bukan berarti saya tak punya pijakan. Jika mereka datang kepada saya dan menggelar berbagai dalil, saya iya-iya saja. Nggah-nggih saja. Betapa saya hanya tak ingin menyinggung yang lain. Saya hanya ingin menghormati apa yang menjadi keyakinan mereka. Saya amalkan sembunyi dan terang-terangan sebagai apa yang saya yakini. Betapa saya menginginkan suasana yang harmonis. Suasana yang romantis.

Terhadap siapapun saja kita mesti berprasangka baik. Ada rahasia di balik segala penciptaan ini. Ada kisah yang sangat menarik. Suatu ketika datang seorang Badui penyembah berhala kepada Rasul. Ia berkata, "wahai Muhammad. Aku ingin bertanya. Siapa sesungguhnya Tuhanmu itu? Terbuat dari apakah ia? Apakah dari batu, atau emas, atau perak?" Saat itu Rasul bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang segera berkata, "ya Rasul, izinkan hamba memenggal kepala orang ini..!!" Rasul begitu tenang dan menjawab, "lho-lho, jangan dibunuh, Abu Bakar, bersabarlah sebentar." "Tuhanku adalah Allah, Tuhan dari segala penduduk langit dan bumi. Semua makhluk bertasbih kepada-Nya," lanjut Rasul kepada orang Badui itu. "Kalau begitu tunjukkan aku buktinya, aku ingin tahu kebenaran ucapanmu," kata orang Badui. Kemudian lewat di antara mereka seekor keledai. Lalu Rasul berkata, "wahai keledai, katakanlah siapa tuhanmu?" Tanya Rasul. Kemudian keledai itu menjawab, "Tuhan saya adalah Allah, Tuhan paduka juga, yang menjadi raja di langit dan bumi." Dan coba tebak, apa yang terjadi sesudahnya. Orang Badui itu seketika masuk Islam. "Sebelum ini, engkaulah orang yang paling kubenci. Tapi setelah melihat apa yang baru saja terjadi, engkaulah orang yang paling kucintai. Engkau begitu kasih sayang, sekalipun kepada orang yang telah mencelamu, maafkan hamba ya Rasul," ungkap orang Badui itu. Dan setelah pulang, ia menjumpai seribu orang Badui yang semua membawa pedang untuk membunuh Rasul. "Di mana Muhammad sekarang?" Tanya pemimpin pasukan itu. Seketika orang Badui tadi memberhentikan mereka. "Sebentar, tunggu dulu." Lalu ia menceritakan kejadian yang baru saja terjadi. Dan akhirnya, seribu orang Badui yang hendak membunuh Rasul itu beriman semua. Tuh, lihat. Apa yang terjadi jika saja Rasul membunuh orang Badui tadi, maka orang Badui itu bersama seribu orang Badui lainnya tidak akan masuk Islam. Betapa ramah dakwah Rasul itu. Sekalipun beliau dihujat, tapi hati beliau tetap lapang, tidak marah dan membalas menghujat. Tidak seperti orang-orang sekarang ini. Andai orang-orang bisa berdakwah seperti ini, berdakwah dengan kasih sayang, tanpa menjatuhkan yang lain. Mengerti segenap latarbelakang masyarakat dan bagaimana seharusnya berdakwah.

Sekali lagi, sesama muslim yang sama-sama menjalankan lima rukun islam kita tak perlu bertengkar lagi, tak perlu memperdebatkan perkara yang kecil-kecil itu. Yang perlu kita kerjakan saat ini adalah apa yang telah benar-benar nyata di mata kita, suatu kezaliman dan kemungkaran yang dilegalkan. Bahwa amar ma'ruf itu penting, tapi jangan sampai melupakan nahi mungkar. Iman kita sungguh tipis sekali. Lemah. Melihat semua kezaliman dan kemaksiatan, kita mungkin hanya bisa meneguhkan dalam hati. Padahal itu adalah iman yang paling lemah. Sebagimana bahwa, jika kita melihat suatu kemungkaran maka cegahlah dengan tanganmu. Jika tidak bisa, maka cegahlah dengan lisanmu. Dan jika masih tidak sanggup, maka kita harus mengingkarinya dengan hati. Itulah selemah-lemahnya iman.

Baru-baru ini saya melihat halaman fb bernama "Up Indonesia." Halaman fb itu tidak mutu sekali. Tiga ratus lima puluh ribu orang menyukainya. Betapa saya ingin memblokir halaman itu. Halaman itu memuat orang-orang yang dengan beraninya, dengan terang-terangan menunjukkan perilaku mungkar, ndak malu ya cerita kebejatannya sendiri di publik. Presenternya juga, ngapain pakai acara wawancara seputar hal gak genah gitu.. Astaghfirullah.. 😭 Ternyata benar, ya Rasul, kabar masa depan yang telah paduka ceritakan 1400 tahun yang lalu. Kebenaran kin sudah diinjak-injak, dan mereka berani-beraninya mempertontonkan zina dan kemungkaran di jalan-jalan. Hal yang tak biasa semakin menjadi hal biasa. Sedang hal yang biasa semakin menjadi aneh dan tak biasa.

"Jika zina dan riba sudah muncul di sebuah negeri, maka mereka telah menghalalkan azab yang ditetapkan Allah," (HR. Imam Baihaqi).

“Akan datang kepada manusia, di mana tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu pendusta dibenarkan, orang yang benar justru didustakan, pengkhianat diberikan amanah, orang yang dipercaya justru dikhianati, dan banyak orang bodoh yang berbicara di depan publik,” (HR. Ibnu Majah dan Imam Ahmad).

"Sesungguhnya Allah tidaklah menghapuskan ilmu begitu saja dari manusia. Tapi dihapuskan dengan mewafatkan ulama, sampai ulama tidak tersisa. Manusia pun mengambil tokoh-tokoh bodoh, lalu mereka ditanya, dan berfatwa tanpa ilmu sehingga mereka sesat dan menyesatkan," (HR. Imam Bukhari).

"Kita seharusnya malu. Sebagai warga akademis dan pesantren kita malu. Ilmu ditumpuk-tumpuk untuk apa kalau tidak bisa membantu membuat kehidupan yang damai. Kita merasa bersalah karena tidak bisa turut ikut mencegah kemungkaran. Kita seharusnya bisa. Tapi nyatanya tidak demikian. Kita hanya stagnan dan melihat semua itu berjalan-jalan di hadapan mata kita. Maka lebih dari berbelasungkawa, ini seharusnya menjadi tamparan, betapa kita tidak sedang melakukan upaya apapun untuk kehidupan. Maka Kumohon kuatkan iman kami, Kakanda Rasul. Selamatkan islam kami," (HR. Achmad Fauzi). 😅🙏

Sungguh, permusuhan itu menciptakan atmosfer dan cuaca yang buruk. Mendung hitam di sana sini. Hari yang kelam dan menakutkan. Sudahlah, kita jangan ikut-ikutan mereka yang mudah sekali terbakar. Lebih baik sayangi lemak kita. Bukankah kita sudah berjanji untuk setia sehidup semati. Bersedia menerima setiap kekurangan dan kelebihan kita masing-masing. Melengkapinya dengan doa-doa yang berhamburan di laut dan angkasa. Mari kita kubur rasa benci di antara kita. Kita semai dan rawat benih-benih kebaikan dan rasa cinta di dalam hati. Betapa indah cinta itu. Alangkah indah kerinduan itu. Alangkah indah kedamaian dan kasih sayang itu. Betapa indah keharmonisan dan keromantisan itu. Sungguh indah sekali keindahan itu. Sungguh rugi dan kasihan sekali mereka yang tidak bisa memahami apa itu cinta.

Ah, sekian dulu la ya. Selamat malam. Selamat menunaikan ibadah apa saja yang dapat mendekatkan diri kepada Tuhan, semisal rindu.. 😇

Kota Rindu, akhir Juli, 2018.
Omah Sinau Koma.


Buku "Pesan-Pesan Rahasia"

Pesan-Pesan Rahasia
Penulis : Mukhammad Fahmi
ISBN : 978-602-443-740-4
Penerbit : Guepedia Publisher
Ukuran : 14 x 21 cm
Tebal :  268 halaman
Harga : Rp 97.000

Untuk pemesanan bisa di:


Email : guepedia@gmail•com
WA : 081287602508
Website : guepedia.com














Dulu. Dulu sekali. Kita, sedikit-sedikit sering melakukan amalan-amalan kecil. Seperti membaca doa sehari-hari. Doa masuk dan keluar masjid, doa ketika bersin, doa sebelum tidur dan bangun tidur, doa masuk dan keluar dari kamar mandi, doa sebelum dan sesudah makan, doa bepergian dan naik kendaraan, dan doa sehari-hari lainnya. Amalan-amalan kecil yang dahulu sering kita lakukan sehari-hari, tapi mungkin sekarang sudah mulai terlupakan dan terabaikan. Nastaghfirulloh. Saya pikir ini hanya masalah pembiasaan saja. Jika kita sudah terbiasa maka akan ingat secara otomatis.

Seberapa tidak pentingkah amalan-amalan tersebut? Bukankah doa sehari-hari itu juga penting? Orang-orang zaman sekarang ini lebih suka menyeplos bid'ah-bid'ah dan kafir-kafir saja tanpa melihat sisi kebaikannya, tanpa mengerti bahwa hal itu adalah bi'dah hasanah. Padahal doa sendiri ibarat pedang seseorang muslim untuk mengusir setan-setan yang mencoba untuk menjajah keimanan manusia. Kalau tidak dengan doa dengan apalagi kita bisa melawan.

Sekarang ini sudah jarang sekali orang yang berbicara soal setan. Lebih suka berbicara apa yang viral di hari ini dari pada membicarakan musuh bebuyutan manusia ini yang dianggap kelewat takhayul. Setan seolah sudah menjadi barang kadaluwarsa yang tak butuh lagi untuk dibicarakan atau terkadang setan menjelma menjadi barang lucu, yang setiap orang mudah sekali tertawa begitu mendengar namanya. Zaman telah benar-benar terbalik. Padahal ialah musuh sejati seorang anak manusia di muka bumi ini setiap sekonnya, yang tak kasat mata, padahal ia senantiasa menjelungupkan manusia ke jurang yang mahakelam, entah dari arah depan, kiri, kanan, belakang, bahkan atas, bawah, dan di dalam diri manusia itu sendiri. Anehnya manusia banyak yang tidak menyadari, bahwa mereka, para setan-setan itu benar-benar ada. Setiap seorang anak manusia lahir di bumi, maka lahir pula satu setan. Bedanya, manusia bisa mati, tapi setan tetap hidup sampai hari kiamat. Sehingga semakin mendekati hari akhir, semakin banyak pula setan-setan itu, semakin sesak bumi oleh setan di sana-sini.

Jika saja orang tahu, alangkah indah arti dari semua doa-doa itu. Imam Al-Ghazali adalah ulama besar, hujjatul Islam, ahli tasawuf, karya dan tulisannya dipakai rujukan oleh banyak ulama. Beliau senantiasa mengamalkan doa-doa sehari-hari. Salah satunya adalah doa-doa yang dibaca ketika berwudhu. Sepele memang kelihatannya, tapi inilah esensi kehidupan.

Di dalam setiap gerakan wudhu, mempunyai bacaan doa-doa tersendiri, dari doa ketika melihat air, doa ketika berkumur, doa ketika membersihkan lubang hidung, doa ketika membasuh wajah, doa ketika membasuh tangan kanan dan kiri, sampai doa pada saat membasuh kaki.

Di dalam hadis imam Muslim dan imam Bukhari juga di riwayatkan bahwa Rasulullah Saw, pada saat berwudhu beliau juga membaca doa di setiap gerakan wudhu, dengan membaguskan di setiap gerakan wudhunya.

Rasulullah bersabda, "Barangsiapa berwudhu dengan membaguskan wudhunya, maka keluarlah dosa-dosanya dari kulitnya sampai kuku jari-jemarinya," (HR. Muslim).

Doa-doa yang dibaca ketika berwudhu ini diajarkan oleh imam Al-Ghazali. Doa-doa itu bisa ditemukan di kitab-kitab fiqh, seperti  al-mabadi' al-fiqhiyyah juz satu, dan lain sebagainya. Sungguh, suwer, betapa indah arti dari doa-doa itu jika orang mengetahuinya.

Berikut saya perinci satu demi satu, kalimat demi kalimat, agar kita menjadi lebih tertarik untuk mengamalkannya.

Ketika melihat air,  "alhamdu lillahilladzi ja'alal ma'an thohuron," segala puji hanyalah bagi Allah yang telah menjadikan air suci lagi mensucikan.

Ketika membasuh telapak tangan,
"allohummahfadz yadi min ma'asyika kulliha," ya Allah jagalah kedua tanganku dari semua perbuatan maksiat kepada-Mu.

Saat berkumur, "allohumma a'inni 'ala dzikrika wa syukrika wa husni 'ibadatika," ya Allah bantulah aku untuk selalu berdzikir dan bersyukur kepada-Mu dan selalu memperbaiki ibadah kepada-Mu.

Ketika menghirup air ke hidung, "allohumma arihni roihatal jannah wa anta annii rodliin," ya Allah berikanlah aku penciuman wewangian aroma surga kelak, dan Engkau terhadap diriku yang selalu meridhoi.

Kemudian membasuh wajah disertai dengan niat berwudhu dengan lisan (sunah) dan dalam hati (wajib), "nawaitul wudhu-a lirof'il hadatsil ashghori fardhon lillaahi ta'aalaa," saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadas (kejadian) kecil fardu (wajib) karena Allah ta'ala.

Kemudian dilanjutkan dengan membaca doa membasuh wajah, "allohumma bayyidh wajhiy yauma tabyadhdhu wujuuhu wa taswaddu wujuuh," ya Allah putihkanlah wajahku pada hari menjadi putih berseri wajah-wajah orang yang beriman dan menjadi hitam legam wajah-wajah orang kafir.

Ketika membasuh tangan kanan, "allohumma a'thini kitabi biyamini wa hasibni hisaban yasiro," ya Allah berikanlah kepadaku, catatan amalku dari tangan kananku dan hisablah aku dengan perhitungan yang ringan.

Ketika membasuh tangan kiri, "allohumma laa tu'thini kitabi bisyimali wa laa min waro'i dzohrih," ya Allah jangan Engkau berikan kepadaku, catatan amalku dari tangan kiriku atau dari belakang punggungku.

Ketika mengusap rambut kepala, "allohumma harrim sya'ri wa basyari 'alannar," ya Allah haramkanlah rambutku dan kulitku atas api neraka.

Ketika membasuh kedua telinga, "allohummaj'alni minalladzina yastami'unal qoula fayattabi'una ahsanah," ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mendengarkan nasehat dan mengikuti sesuatu yang terbaik.

Ketika membasuh kaki, "allohumma tsabbit qodamii 'alash syirothi yauma tazillu fiihil aqdam," ya Allah, mantapkanlah kedua kakiku di atas titian (shirothol mustaqim) pada hari dimana banyak kaki-kaki yang tergelincir.

Kemudian setelah berwudhu, "asyhadu an laa ilaaha illalloohu wahdahuu laa syariika lah wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu wa rosuuluh, alloohummaj’alnii minat tawwaabiina waj’alnii minal mutathohhiriin, waj'alnii min 'ibaadikash shoolihiin," aku bersaksi, tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku mengaku bahwa Nabi Muhammad itu adalah hamba dan utusan Allah. Ya Allah, jadikanlah aku dalam golongan orang-orang yang bertaubat, dan jadikanlah aku dalam golongan orang-orang yang bersuci, dan jadikanlah aku dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.

Demikianlah bacaan doa-doa membasuh anggota dalam wudhu yang sangat jarang sekali diamalkan oleh kebanyakan orang. Semoga doa tersebut bisa bermanfaat bagi kita semua. Yang mengamalkan doa-doa kecil itu adalah para ulama-ulama besar. Sedangkan ulama-ulama kecil yang bermunculan akhir-akhir ini tidak mau mengamalkannya. So, kita ikut ulama besar apa ulama kecil?

Apalah arti sebuah gunung tanpa adanya kumpulan kerikil, pasir, dan tanah yang banyak? Apalah arti sebuah amal besar tanpa dilandasi oleh amalan-amalan kecil yang dilakukan secara istiqamah? Istiqamah katanya, itu lebih baik dari seribu karomah.

Seseorang bisa jatuh karena batu yang kecil, bukan batu yang besar. Batu yang besar sudah jelas terlihat di depan mata sehingga kita bisa dengan mudah menghindarinya. Tapi batu kecil, kalau tidak awas kita akan tersandung, dan akhirnya tersungkur jatuh.

Seseorang bisa diangkat derajatnya karena amalan yang kecil pula. Ada seorang pelacur yang dosanya sudah menjadi gunung. Tapi di akhir hayatnya ia diampuni dosa-dosanya karena memberi minum kepada seekor anjing yang kehausan.

Semua berkat kemahakasihnya Allah. Atas kuasa dan ketetapan-Nya. Allah memilih siapa-siapa yang dikehendaki-Nya diangkat ataupun dijatuhkan. Allah melihat hati, ketulusan, dan cinta, bukan amal besar yang tidak istiqamah, karena hanya butuh pada saat itu saja.

Istiqamah itu luar biasa sekali. Istiqamah dalam melakukan dan mengumpulkan kebaikan-kebaikan yang kecil sekalipun. Istiqamah itu akan melahirkan cinta dan keikhlasan. Istiqamah mencintai Allah dan juga mencintaimu. Mencintai kalian semua. ;)

Kota Rindu, 21.07.2018
Bumi Damai PPAH.
Omah Sinau Koma.
Mukhammad Fahmi.




Percayalah. Kata para ulama sufi, "kehidupan dunia dan kehidupan akhirat itu saling berkebalikan." Berbanding terbalik. Sebutlah "D" sebagai kehidupan dunia dan "A" sebagai  kehidupan akhirat. Maka bahasa matematika menyebutnya sebagai, "D=1/A atau A=1/D." Sebuah relasi yang tak sebanding. Apapun itu. Semakin besar nilai D, maka nilai A akan menjadi semakin kecil. Dan semakin besar nilai A maka akan semakin kecil nilai D.

Semakin banyak kita sibuk mengurus kepentingan dunia (bukan niat untuk kehidupan akhirat) maka akan semakin sedikit kita mengingat kehidupan akhirat (semakin melupakan kehidupan akhirat). Semakin banyak kita mengerjakan amal akhirat maka kita akan semakin sedikit tertarik dengan kehidupan duniawi (semakin mengabaikan kepentingan duniawi).

Ingin buktinya? Baik. Katakanlah uang di dunia adalah berharga, sedangkan pahala sama sekali tidak. Maka di akhirat nanti uang menjadi tidak berharga, sedangkan pahala menjadi alat pembayaran yang berharga. Allah akan membeli orang-orang yang beriman dengan surga, begitu dalam suatu hadis. Apakah di dunia ini ada orang yang ingin membeli pahala dengan uang? Tentu tidak karena pahala di dunia tak berharga. Atau apakah ada orang di akhirat nanti yang pahalanya ingin dibeli dengan uang? Tentu tidak pula, sebab uang di akhirat tidak berharga.

Kehidupan dunia dan akhirat itu saling berbanding terbalik. Orang-orang yang hura-hura dan senang-senang saja di kehidupan dunia, maka ia akan susah di kehidupan akhiratnya. Sementara orang-orang yang susah di dunia (untuk mentaati agama Allah) maka kelak ia akan bahagia di akhiratnya.

Bukankah ada pepatah yang mengatakan, "susah-susah dahulu, senang-senang kemudian?" Apakah kita tidak mengingatnya lagi.

Dalam suatu hadis disebutkan, "barang siapa yang kenyang di dunia, maka ia akan lapar di akhiratnya." Hadis tersebut juga menunjukkan pernyataan yang berlawanan antara kehidupan dunia dan akhirat. Kalimat kenyang di sini adalah kenyang dengan kenikmatan-kenikmatan dunia, sedang ia melupakan kehidupan akhirat.

Ulama sufi berbeda dengan ulama fiqh. Bisa jadi apa yang diperbolehkan ulama fiqh menurut syariat tidak baik menurut ulama sufi. Hal yang dianggap mubah oleh ulama fiqh bisa jadi menjadi hal yang tidak baik dan dijauhi ulama sufi. Seperti makan dan tidur. Keduanya halal dan mubah. Tapi bagi ulama sufi, mereka malah menjauhinya. Ulama sufi lebih senang berpuasa di siang hari dan tidak tidur di malam hari untuk beribadah. Ulama sufi lebih mementingkan ibadah dan cinta kepada Allah daripada kesenangan yang semu. Ulama sufi lebih mementingkan keselamatan daripada kesempatan.

"Menjadi ulama fiqh itu berbahaya," begitu kata ulama sufi. Ulama fiqh terkadang beribadah bukan atas dasar cinta, melainkan atas hukum-hukum. Terpenjara oleh hukum dan aturan-aturan. Bisa jadi juga mereka menggunakan dalil untuk membela diri dari kesalahan. Astaghfirullah. Dan kebanyakan ulama sufi itu kurus, sedang ulama fiqh itu gemuk, hehe.

Hari ini kita memberi, esok kita akan mendapatkan. Hari ini kita menabung, esok kita akan menuai. Hari ini kita berhutang, esok kita harus membayar. Hari ini kita melukai, esok kita akan dilukai. Hari ini kita menolong, esok kita akan ditolong. Demikianlah hukum alam, sunnatullah. Berbanding terbalik bukan, antara me- dan di-, kalimat aktif berbanding terbalik dengan kalimat pasif.

Kembali ke rumus awal di atas, D=1/A atau A=1/D. Semakin besar nilai D, maka nilai A akan menjadi semakin kecil. Dan semakin besar nilai A maka akan semakin kecil nilai D. Katakanlah nilai D 100, maka nilai A-nya menjadi 0.01. Jika nilai A 100, maka nilai D-nya 0.01. Benar, bukan. A=1/D, maka 100 = 1/0.01 ekuivalen dengan 100 = 100. Sehingga menjadi impas ruas kiri dan kanan. Semua kebaikan harus terbalas. Semua  keburukan harus terbalas. Tak lagi tersisa. Sebagaimana rindu, segalanya harus dibayar tuntas.

Demikianlah, masih ada tak berhitung contoh yang membuktikan bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu berbanding terbalik dengan kehidupan akhirat.

Hari ini dunia adalah nyata, akhirat hanya dongeng dan cerita belaka. Tapi setelah mati, akhirat menjadi nyata dan dunia hanyalah dongeng dan cerita masa lalu.

Kota rindu, Malang, 19.07.2018.
Ngaji pagi, Bumi Damai PPAH.
Omah Sinau Koma.
Mukhammad Fahmi.






Pagi sekali waktu itu. Pagi yang tenang. Aku melihat Kiai Sholihin akan melakukan ziarah ke makam Mbah Wahab Hasbullah, seperti yang beliau lakukan setiap kali berkunjung ke tempat ini, tempat yang senantiasa membuat beliau bisa merasa pulang, tempat yang senantiasa menjanjikan kedamaian di setiap sudut kehidupannya. Tanpa menunggu perintah, aku segera mengambil motor untuk mengantar beliau. Namun baru sebentar saja, aku celingukan, kulihat di sana-sini, beliau sudah tidak ada, beliau sudah tak nampak. Kukendarai motorku ke arah makam. Sesampainya di sana kulihat, ternyata beliau sudah khusyuk berzikir di depan makam. Kutunggu saja beliau di depan musholla.

Setelah usai ziarah, Kiai Sholihin mendekatiku yang tampak bengong  di depan musholla.

"Owalah, Le, ikut aku kontrol yuk...!" ajak Kiai Sholihin.

"Nggih, Kiai.." aku menyalami tangan Kiai Sholihin, kemudian mengantar, dan mengikuti petunjuk yang ditunjukkan beliau.

Kami mengendarai motor di antara dingin, hijau sawah, dan kilau mentari pagi. Tidak begitu jauh, kami kemudian berhenti di warung yang berada di samping persawahan. Suasana sangat damai sekali. Beliau memesan dua nasi jagung dengan lauk ikan asin dan dua teh hangat.

"Ayo, Le, sarapan dulu.." perintah Kiai. Kami pun sarapan pagi.

Seusai sarapan, di antara udara pagi yang sejuk, seperti biasanya, beliau selalu bercerita banyak hal tentang kehidupan dan hari ini. Kiai Sholihin berkata kepadaku, "manusia banyak melupakan nikmat yang sebetulnya paling dekat dengan diri manusia itu sendiri, di antaranya yaitu: nikmat menjadi manusia, nikmat menjadi umat Nabi Muhammad, nikmat menjadi orang Indonesia, dan nikmat menjadi santri al-Wahabiyah 2." Saya kaget mendengar kalimat beliau yang terakhir itu.

Setelah mengambil jeda, beliau melanjutkan, "Le, santri al-Wahabiyah 2 itu berbeda dengan santri-santri yang lain. Mereka punya karakter dan kekhasan sendiri yang mungkin tidak dimiliki oleh santri-santri yang lain. Mereka itu baik-baik orangnya karena dibimbing oleh seseorang yang baik pula. Ada seseorang yang hidup dari kebenaran dan kebaikan yang dengan tabah dan sabar merawat dan mendidik santri-santri al-Wahabiyah 2 yang unik itu untuk menjadi orang yang baik, tentu dengan cara dan metode yang unik dan khas pula. Warna matanya senantiasa menyerbukkan ketulusan kebenaran yang diperjuangkannya. Setiap orang selalu dibuat bergetar dengan kalimat-kalimatnya. Selalu. Beliau senantiasa menggunakan kalimat-kalimat bersayap yang menenangkan. Sekalipun tak banyak orang yang paham dengan jalan pikirannya. Betapa orang sebaik itu; Allah tak akan pernah melupakan kalimat-kalimat dan kebaikan-kebaikannya.." begitu dawuh Kiai Sholihin.

"Nggeh, leres, Kiai.." aku hanya bisa manggut-manggut mendengar dan berusaha memahami semua dawuh beliau.

"Ayuk, kalau sudah kita pulang, sebelum nanti banyak siswa-siswi sekolah. Sekarang sekolah MAN 3 Jombang itu kan masuknya jam 6.30 WIB pagi. Padahal kegiatan mengaji di pondok baru selesai pukul 6 pagi, ada juga yang pukul 6 lebih malahan.." Kiai Sholihin kemudian berdiri dan membayari makanan kami.

Begitu akan melewati sekolah MAN 3 Jombang yang dahulu namanya adalah MAN Tambakberas itu, kami melihat banyak siswa-siswi yang telat dan berjejer di depan gerbang yang sudah ditutup karena waktu sudah menunjukkan pukul 6.30 lebih, waktu Indonesia bagian barat. Aku hanya tersenyum melihat semua ini. Semua yang datang dan pergi. Alangkah indahnya kehidupan. Alangkah indahnya kerinduan itu.. ;)

Tambakberas, 14.07.18.