Oleh: M. Fahmi
~Tidak untuk dipercaya. Bukan nasihat. Cuma endapan proses belajar. Bisa jadi benar. Bisa jadi salah. Wallahu a'lam.~
Ada banyak teka-teki kehidupan yang mesti kita pikirkan melalui perenungan yang—boleh jadi—beda dengan pemikiran kebanyakan manusia. Kita dapat dengan jelas melihat, bahwa langit tak perlu menjelaskan dirinya tinggi. Ia akan tetap tinggi, bahkan ketika tidak ada yang mengakuinya.
Kemudian, banyak orang memahami bahwa air itu mengalir ke bawah, namun sesungguhnya ia sedang menuju puncak yang tertinggi. Lalu, di pusat panas yang sangat panas justru di situ ada titik dingin paling dingin. Ini juga sebuah permainan yang kadang sulit kita pahami, tapi benar adanya karena ia telah mengada dalam keberadaannya. Kau tahu mengapa hal ini—agaknya—begitu rumit? Sebab, sebenarnya tidak ada bedanya antara lapar dan haus, panas atau dingin, duka atau bahagia. Semua hanyalah rasa. Kitalah yang sesunggunya menciptakan rasa. Ada yang berkata kalau sehat dan sakit berawal dari rasa. Mungkin benar, sebab kebanyakan unsur dari anggota tubuh manusia adalah air. Sementara kita tahu, bahwa air adalah senyawa yang sifatnya mudah berubah.
Dalam memahami keabadian, banyak orang yang berbeda pendapat. Sepanjang yang saya pahami,bahwa tidak semua manusia kelak akan mencapai keabadian. Untuk menjadi abadi dan kekal memerlukan proses pematangan yang sangat panjang, sebagaimana proses evolusi logam. Dan tidak semua logam akan menjadi emas, itulah sebabnya Surga dan Neraka bertingkat-tingkat. Hanya logam mulia yang akan mencapai kemuliaan tertinggi dan kekekalan.
Mungkin itu pulalah sebabnya emas menjadi logam yang tunggal. Jika suatu logam dipanaskan selama beberapa tahun, ia akan membebaskan diri dari semua sifat individualnya, dan yang tertinggal adalah jiwa buana. Jiwa buana itu memungkinkan mereka memahami segala sesuatu di muka bumi, sebab dengan bahasa inilah segala sesuatu berkomunikasi. Segala yang ada di dunia ini berubah tanpa henti kerena bumi ini hidup dan mempunyai jiwa. Kita adalah bagian dari jiwa itu, maka kita jarang menyadari bahwa ia bekerja untuk kita. Semua yang ada di alam semesta ini tumbuh, dan bagi orang-orang bijak emas adalah logam yang paling lama tumbuhnya. Manusia tak pernah memahami kata-kata orang bijak, maka emas bukan dilihat sebagai simbol evolusi malah menjadi dasar pertentangan.
Semakin kita banyak belajar, kita bukannya pintar malah akan bertambah bodoh. Buktinya banyak profesor berkepala botak dan berkacamata tebal malah tampak seperti orang linglung, dia kadang tidak bisa membedakan lagi mana manusia, mana bantal guling. Mana kacamata, mana sendok teh. Keduanya sama-sama dipakai untuk mengaduk kopi, hahaha! Makanya aku sekarang ingin menjadi orang yang sederhana saja. Tidak terlalu pintar tapi juga jangan bodoh amat, hehe. Tapi kalau bodoh amat dan ternyata malah selamat ya tidak apa-apa.
Tolong kata-kata dari saya jangan ditelan mentah-mentah. Ambil yang benar, buang yang salah dan buang semuanya kalau memang salah atau tidak ada gunanya sama sekali karena tidak sesuai dengan pemikiran kebanyakan manusia. Anggap saja ini tulisan main-main atau bagian dari keliaran imaji saya sendiri yang sedang mencari titik temu kebenaran. Mungkin saja titik temu kebenaran itu tidak ketemu: karenanya saya harus balik ulang atau justru masuk jurang. Tapi saya mau tidak mau harus bangkit dan tetap berjalan menuju kebenaran yang hakiki itu walau harus dengan langkah berdarah-darah akibat dari kemungkinan salah langkah. Yang jelas semuanya saya dapatkan hasil dari pengalaman dan permenungan setelah mengarungi hidup, mengamati kehidupan atau peristiwa alam, membaca buku, dll. Dan setiap orang pasti memiliki “maqom”nya masing-masing yang tidak sama dengan orang lain.
Malang, 26 Maret 2015