Aku dan Puisi-puisiku


Aku dan Puisi-puisiku
Oleh: M. Fahmi

seberapa kuat kata yang hendak merobekku?
pada belantara yang lebih luas, retorika zaman yang semakin ganas
kebebasan logika pemikiran manusia berusaha mengacak-acak imanku
merobohkan islamku, menginjak-injak keyakinanku
berbagai ideologi terbungkus rapi, semakin saja membutakan penglihatanku,
mendungukan telingaku, membekukan rasaku
puisi-puisi yang tak ku kenal begitu lancang menghapus sedikit demi sedikit firman Tuhan
kata-kata yang entah lahir dari peradaban mana berusaha mengganti Ketuhanan yang Maha Kuasa sebagai keuangan yang maha kuasa
lalu filsafat demi filsafat semakin memandang agama sebagi candu

kata, begitu kuat  berkuasa di media
sanggup mengubah dingin menjadi panas, merekayasa kedzaliman menjadi kebaikan, menyulap kebohongan menjadi kebaikan, dan seperti yang lain

di saat lautan manusia berselimut kata
bumi menjadi saksi atas ketidakhadirnya ruh di setiap untai kata
kata terus mengalir biarpun tanpa sukma
puisi-puisi terus saja lahir biarpun tanpa gerak yang nyata

akupun dengan sisa-sia imanku mencoba bertahan
tapi, puisi demi puisi masih saja ku tulis, walau sebenarnya masih ada sekian keraguan yang mendekap
aku pun terbangun dari lelapnya puisi dan kata
lalu seorang kawan yang telah lama ku rindu datang menyembuhkan lukaku
dengan lembut ia bertutur, Kawan, tidakkah kau ingat, bahwa Allah telah memperingatkan para penyair dalam firmanNya?
penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang dungu
tidakkah kau lihat, mereka menenggelamkan diri dalam sembarang lembah khayalan dan kata
dan mereka suka mengajarkan yang tak mereka kerjakan
kecuali mereka yang beriman, beramal baik, banyak mengingat dan menyebut asma Allah, dan melakukan pembelaan ketika didzalimi
begitulah kawanku bertutur
kembali menarik kesadaranku yang telah lama hilang

di balik puisi-puisiku aku terdiam
sejenak, ku lihat puisi-puisiku berserakan di sana-sini
lalu dengan lirih hatiku membisik
“Ilahi, maafkan puisi-puisiku
selamatkanlah aku dari lautan kata-kata
jagalah kata-kataku
selamatkanlah pusi-puisiku”

Malang, 07.02.2014
M. Fahmi