Bagaimana Seharusnya Kita


Tak terasa kaki kita sudah sampai di sini. Di waktu yang telah dikabarkan oleh Kakanda Rasul Saw seribu empat ratus tahun yang lalu. "Tidaklah datang kepada kalian suatu masa kecuali setelahnya lebih kejam dari sebelumnya," begitu kata Rasul Saw dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari Ra.

Betapa kita telah benar-benar melihat. Menyaksikan dengan mata kepala kita sendiri tentang apa yang sebenarnya terjadi di hari ini. Apakah itu perihal pertentangan, permusuhan, kezaliman, dan lain sebagainya. Bahwa tubuh kita hampir sedemikian hancur, berurai, terpecah belah, tak lagi utuh. Yang pasti, ada dalang di balik semua ini, semacam pekerjaan haram, yang telah dibayar dan difasilitasi sedemikian rapinya untuk menghasut kita setiap saat, agar pandangan dan sikap kita atas persatuan dan kedamaian menjadi berubah. Sebab senjata api sudah tak layak pakai lagi, maka mereka menggunakan senjata hasut untuk merusak tubuh kita dari dalam.

Mari sejenak kita lupakan apa yang menjadi rel kebenaran bagi kita dan yang bukan. Apa yang menjadi ego kita dan yang lain. Bukankah para ulama dan pendiri terdahulu sudah sepakat untuk bersatu dan bersama-sama berjuang menurut apa yang diyakini masing-masing. Lakum dinukum waliyaddiin. Berbeda namun tetap satu.

Apalagi, kita sama-sama satu agama. Sama-sama mengucapkan syahadat, sama-sama salat, puasa di bulan Ramadhan, menunaikan zakat, dan menjalankan haji bagi yang mampu. Lalu apalagi yang mesti kita risaukan. Tak ada yang salah, bukan. Hanya mungkin cara pandang kita saja yang berubah. Sudah menjadi keniscayaan, apa yang dikatakan Rasul Saw, bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan. Dan kita tak bisa mengelak hukum alam itu, yang telah benar-benar kental di hari ini.

Hal yang tidak baik, yang paling sering terjadi adalah sikap saling hujat dan adu kebenaran masing-masing. Sekarang sudah sangat banyak, media online yang menjembatani percekcokan itu. Entah itu di fb, wa, ig, line, dan lain sebagainya. Meraka mendirikan kubu dan kelompok masing-masing, lalu menyelenggarakan pertandingan ideologi, bisa dibilang semacam debat publik. Entah itu berupa teks, gambar, video. Setiap admin bertugas menyebar kebenaran dari kelompoknya untuk membunuh paham yang bukan darinya.

Saya benar-benar miris sekali melihat semua ini. Tak peduli siapapun. Yang berdiri di atas rel kebenaran sekalipun dengan akalnya, menjadikan dalil untuk membenarkan diri, menyalahkan yang lain, kemudian menyulap segalanya. Dan seketika, bim sala bim!

Kalau boleh meminjam kalimat dari saudara saya yang sangat menggemaskan, Achmad Fauzi, kira-kira begini. Mengapa Tuhan menciptakan persaingan? Saya pikir proses ini memberikan dorongan bagi manusia untuk berlomba-lomba. Bagus, itu positif. Tapi di balik semua itu ada celah dan lubang besar yang nyata jika bisa dicerna lebih dalam lagi. Mereka melupakan satu hal yang paling penting; adakah Tuhan di dalam dirinya. Sebab orientasi perbuatan sudah tak lagi karena Tuhan, melainkan karena ingin mengungguli manusia lainnya. Mereka berlomba-lomba bahkan dalam hal ketuhanan sampai lupa di mana posisi Tuhan dalam hatinya. Tipis dan naif? Memang, manusia adalah tempatnya. Silakan konstruksi ulang niat dan orientasi. Pingin tak cekel tengkorak sirahe, banjur tak kepruk e! Tak isine hal-hal sing berguna. Tapi gak wes, gak jadi. Selamat bertafakur, selamat ngopi!"

Apalagi yang diperdebatkan hanyalah masalah-masalah kecil, yang furu'iyyah, yang masih banyak terjadi perbedaan di kalangan para ulama. Sudahlah, jangan lagi berdebat ya. Kumohon, jangan. Kita kan sudah saling memahami, bahwa kebenaran mutlak hanya milik Allah.

Saya tidak pro dan kontra terhadap siapapun. Namun bukan berarti saya tak punya pijakan. Jika mereka datang kepada saya dan menggelar berbagai dalil, saya iya-iya saja. Nggah-nggih saja. Betapa saya hanya tak ingin menyinggung yang lain. Saya hanya ingin menghormati apa yang menjadi keyakinan mereka. Saya amalkan sembunyi dan terang-terangan sebagai apa yang saya yakini. Betapa saya menginginkan suasana yang harmonis. Suasana yang romantis.

Terhadap siapapun saja kita mesti berprasangka baik. Ada rahasia di balik segala penciptaan ini. Ada kisah yang sangat menarik. Suatu ketika datang seorang Badui penyembah berhala kepada Rasul. Ia berkata, "wahai Muhammad. Aku ingin bertanya. Siapa sesungguhnya Tuhanmu itu? Terbuat dari apakah ia? Apakah dari batu, atau emas, atau perak?" Saat itu Rasul bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang segera berkata, "ya Rasul, izinkan hamba memenggal kepala orang ini..!!" Rasul begitu tenang dan menjawab, "lho-lho, jangan dibunuh, Abu Bakar, bersabarlah sebentar." "Tuhanku adalah Allah, Tuhan dari segala penduduk langit dan bumi. Semua makhluk bertasbih kepada-Nya," lanjut Rasul kepada orang Badui itu. "Kalau begitu tunjukkan aku buktinya, aku ingin tahu kebenaran ucapanmu," kata orang Badui. Kemudian lewat di antara mereka seekor keledai. Lalu Rasul berkata, "wahai keledai, katakanlah siapa tuhanmu?" Tanya Rasul. Kemudian keledai itu menjawab, "Tuhan saya adalah Allah, Tuhan paduka juga, yang menjadi raja di langit dan bumi." Dan coba tebak, apa yang terjadi sesudahnya. Orang Badui itu seketika masuk Islam. "Sebelum ini, engkaulah orang yang paling kubenci. Tapi setelah melihat apa yang baru saja terjadi, engkaulah orang yang paling kucintai. Engkau begitu kasih sayang, sekalipun kepada orang yang telah mencelamu, maafkan hamba ya Rasul," ungkap orang Badui itu. Dan setelah pulang, ia menjumpai seribu orang Badui yang semua membawa pedang untuk membunuh Rasul. "Di mana Muhammad sekarang?" Tanya pemimpin pasukan itu. Seketika orang Badui tadi memberhentikan mereka. "Sebentar, tunggu dulu." Lalu ia menceritakan kejadian yang baru saja terjadi. Dan akhirnya, seribu orang Badui yang hendak membunuh Rasul itu beriman semua. Tuh, lihat. Apa yang terjadi jika saja Rasul membunuh orang Badui tadi, maka orang Badui itu bersama seribu orang Badui lainnya tidak akan masuk Islam. Betapa ramah dakwah Rasul itu. Sekalipun beliau dihujat, tapi hati beliau tetap lapang, tidak marah dan membalas menghujat. Tidak seperti orang-orang sekarang ini. Andai orang-orang bisa berdakwah seperti ini, berdakwah dengan kasih sayang, tanpa menjatuhkan yang lain. Mengerti segenap latarbelakang masyarakat dan bagaimana seharusnya berdakwah.

Sekali lagi, sesama muslim yang sama-sama menjalankan lima rukun islam kita tak perlu bertengkar lagi, tak perlu memperdebatkan perkara yang kecil-kecil itu. Yang perlu kita kerjakan saat ini adalah apa yang telah benar-benar nyata di mata kita, suatu kezaliman dan kemungkaran yang dilegalkan. Bahwa amar ma'ruf itu penting, tapi jangan sampai melupakan nahi mungkar. Iman kita sungguh tipis sekali. Lemah. Melihat semua kezaliman dan kemaksiatan, kita mungkin hanya bisa meneguhkan dalam hati. Padahal itu adalah iman yang paling lemah. Sebagimana bahwa, jika kita melihat suatu kemungkaran maka cegahlah dengan tanganmu. Jika tidak bisa, maka cegahlah dengan lisanmu. Dan jika masih tidak sanggup, maka kita harus mengingkarinya dengan hati. Itulah selemah-lemahnya iman.

Baru-baru ini saya melihat halaman fb bernama "Up Indonesia." Halaman fb itu tidak mutu sekali. Tiga ratus lima puluh ribu orang menyukainya. Betapa saya ingin memblokir halaman itu. Halaman itu memuat orang-orang yang dengan beraninya, dengan terang-terangan menunjukkan perilaku mungkar, ndak malu ya cerita kebejatannya sendiri di publik. Presenternya juga, ngapain pakai acara wawancara seputar hal gak genah gitu.. Astaghfirullah.. 😭 Ternyata benar, ya Rasul, kabar masa depan yang telah paduka ceritakan 1400 tahun yang lalu. Kebenaran kin sudah diinjak-injak, dan mereka berani-beraninya mempertontonkan zina dan kemungkaran di jalan-jalan. Hal yang tak biasa semakin menjadi hal biasa. Sedang hal yang biasa semakin menjadi aneh dan tak biasa.

"Jika zina dan riba sudah muncul di sebuah negeri, maka mereka telah menghalalkan azab yang ditetapkan Allah," (HR. Imam Baihaqi).

“Akan datang kepada manusia, di mana tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu pendusta dibenarkan, orang yang benar justru didustakan, pengkhianat diberikan amanah, orang yang dipercaya justru dikhianati, dan banyak orang bodoh yang berbicara di depan publik,” (HR. Ibnu Majah dan Imam Ahmad).

"Sesungguhnya Allah tidaklah menghapuskan ilmu begitu saja dari manusia. Tapi dihapuskan dengan mewafatkan ulama, sampai ulama tidak tersisa. Manusia pun mengambil tokoh-tokoh bodoh, lalu mereka ditanya, dan berfatwa tanpa ilmu sehingga mereka sesat dan menyesatkan," (HR. Imam Bukhari).

"Kita seharusnya malu. Sebagai warga akademis dan pesantren kita malu. Ilmu ditumpuk-tumpuk untuk apa kalau tidak bisa membantu membuat kehidupan yang damai. Kita merasa bersalah karena tidak bisa turut ikut mencegah kemungkaran. Kita seharusnya bisa. Tapi nyatanya tidak demikian. Kita hanya stagnan dan melihat semua itu berjalan-jalan di hadapan mata kita. Maka lebih dari berbelasungkawa, ini seharusnya menjadi tamparan, betapa kita tidak sedang melakukan upaya apapun untuk kehidupan. Maka Kumohon kuatkan iman kami, Kakanda Rasul. Selamatkan islam kami," (HR. Achmad Fauzi). 😅🙏

Sungguh, permusuhan itu menciptakan atmosfer dan cuaca yang buruk. Mendung hitam di sana sini. Hari yang kelam dan menakutkan. Sudahlah, kita jangan ikut-ikutan mereka yang mudah sekali terbakar. Lebih baik sayangi lemak kita. Bukankah kita sudah berjanji untuk setia sehidup semati. Bersedia menerima setiap kekurangan dan kelebihan kita masing-masing. Melengkapinya dengan doa-doa yang berhamburan di laut dan angkasa. Mari kita kubur rasa benci di antara kita. Kita semai dan rawat benih-benih kebaikan dan rasa cinta di dalam hati. Betapa indah cinta itu. Alangkah indah kerinduan itu. Alangkah indah kedamaian dan kasih sayang itu. Betapa indah keharmonisan dan keromantisan itu. Sungguh indah sekali keindahan itu. Sungguh rugi dan kasihan sekali mereka yang tidak bisa memahami apa itu cinta.

Ah, sekian dulu la ya. Selamat malam. Selamat menunaikan ibadah apa saja yang dapat mendekatkan diri kepada Tuhan, semisal rindu.. 😇

Kota Rindu, akhir Juli, 2018.
Omah Sinau Koma.