Percayalah. Kata para ulama sufi, "kehidupan dunia dan kehidupan akhirat itu saling berkebalikan." Berbanding terbalik. Sebutlah "D" sebagai kehidupan dunia dan "A" sebagai kehidupan akhirat. Maka bahasa matematika menyebutnya sebagai, "D=1/A atau A=1/D." Sebuah relasi yang tak sebanding. Apapun itu. Semakin besar nilai D, maka nilai A akan menjadi semakin kecil. Dan semakin besar nilai A maka akan semakin kecil nilai D.
Semakin banyak kita sibuk mengurus kepentingan dunia (bukan niat untuk kehidupan akhirat) maka akan semakin sedikit kita mengingat kehidupan akhirat (semakin melupakan kehidupan akhirat). Semakin banyak kita mengerjakan amal akhirat maka kita akan semakin sedikit tertarik dengan kehidupan duniawi (semakin mengabaikan kepentingan duniawi).
Ingin buktinya? Baik. Katakanlah uang di dunia adalah berharga, sedangkan pahala sama sekali tidak. Maka di akhirat nanti uang menjadi tidak berharga, sedangkan pahala menjadi alat pembayaran yang berharga. Allah akan membeli orang-orang yang beriman dengan surga, begitu dalam suatu hadis. Apakah di dunia ini ada orang yang ingin membeli pahala dengan uang? Tentu tidak karena pahala di dunia tak berharga. Atau apakah ada orang di akhirat nanti yang pahalanya ingin dibeli dengan uang? Tentu tidak pula, sebab uang di akhirat tidak berharga.
Kehidupan dunia dan akhirat itu saling berbanding terbalik. Orang-orang yang hura-hura dan senang-senang saja di kehidupan dunia, maka ia akan susah di kehidupan akhiratnya. Sementara orang-orang yang susah di dunia (untuk mentaati agama Allah) maka kelak ia akan bahagia di akhiratnya.
Bukankah ada pepatah yang mengatakan, "susah-susah dahulu, senang-senang kemudian?" Apakah kita tidak mengingatnya lagi.
Dalam suatu hadis disebutkan, "barang siapa yang kenyang di dunia, maka ia akan lapar di akhiratnya." Hadis tersebut juga menunjukkan pernyataan yang berlawanan antara kehidupan dunia dan akhirat. Kalimat kenyang di sini adalah kenyang dengan kenikmatan-kenikmatan dunia, sedang ia melupakan kehidupan akhirat.
Ulama sufi berbeda dengan ulama fiqh. Bisa jadi apa yang diperbolehkan ulama fiqh menurut syariat tidak baik menurut ulama sufi. Hal yang dianggap mubah oleh ulama fiqh bisa jadi menjadi hal yang tidak baik dan dijauhi ulama sufi. Seperti makan dan tidur. Keduanya halal dan mubah. Tapi bagi ulama sufi, mereka malah menjauhinya. Ulama sufi lebih senang berpuasa di siang hari dan tidak tidur di malam hari untuk beribadah. Ulama sufi lebih mementingkan ibadah dan cinta kepada Allah daripada kesenangan yang semu. Ulama sufi lebih mementingkan keselamatan daripada kesempatan.
"Menjadi ulama fiqh itu berbahaya," begitu kata ulama sufi. Ulama fiqh terkadang beribadah bukan atas dasar cinta, melainkan atas hukum-hukum. Terpenjara oleh hukum dan aturan-aturan. Bisa jadi juga mereka menggunakan dalil untuk membela diri dari kesalahan. Astaghfirullah. Dan kebanyakan ulama sufi itu kurus, sedang ulama fiqh itu gemuk, hehe.
Hari ini kita memberi, esok kita akan mendapatkan. Hari ini kita menabung, esok kita akan menuai. Hari ini kita berhutang, esok kita harus membayar. Hari ini kita melukai, esok kita akan dilukai. Hari ini kita menolong, esok kita akan ditolong. Demikianlah hukum alam, sunnatullah. Berbanding terbalik bukan, antara me- dan di-, kalimat aktif berbanding terbalik dengan kalimat pasif.
Kembali ke rumus awal di atas, D=1/A atau A=1/D. Semakin besar nilai D, maka nilai A akan menjadi semakin kecil. Dan semakin besar nilai A maka akan semakin kecil nilai D. Katakanlah nilai D 100, maka nilai A-nya menjadi 0.01. Jika nilai A 100, maka nilai D-nya 0.01. Benar, bukan. A=1/D, maka 100 = 1/0.01 ekuivalen dengan 100 = 100. Sehingga menjadi impas ruas kiri dan kanan. Semua kebaikan harus terbalas. Semua keburukan harus terbalas. Tak lagi tersisa. Sebagaimana rindu, segalanya harus dibayar tuntas.
Demikianlah, masih ada tak berhitung contoh yang membuktikan bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu berbanding terbalik dengan kehidupan akhirat.
Hari ini dunia adalah nyata, akhirat hanya dongeng dan cerita belaka. Tapi setelah mati, akhirat menjadi nyata dan dunia hanyalah dongeng dan cerita masa lalu.
Kota rindu, Malang, 19.07.2018.
Ngaji pagi, Bumi Damai PPAH.
Omah Sinau Koma.
Mukhammad Fahmi.