Do'a
Oleh: M. Fahmi

Ilahi,
jadikan aku manusia yang tegar
laksana batu gunung
yang tak lekang diterpa panas dan hujan
jadikan aku manusia kuat seperti batu karang di pantai
yang tak goyah oleh terpaan ombak dan badai lautan
jangan jadikan aku manusia cengeng
yang gara-gara putus cinta menjadi cempreng,
seperti kaleng rombeng
aku percaya,
Engkau lebih suka kepada hambaMu yang kuat
dan membenci kelemahan
Ilahi,
jadikan cintaku yang terbesar hanya kepadaMu!
jadikan pula aku orang yang selalu bisa berdzikir,
bisa bersabar,
bisa mensyukuri segala nikmatMu,
dan tetap bisa beribadah kepada Engkau
jadikan pula aku orang besar;
besar di mata manusia,
tapi tetap kecil di mata Engkau dan kecil di mataku sendiri

Tuban, 20.01.2014
M. Fahmi



Aku Ingin
Oleh: M. Fahmi

aku ingin
hadir apa adanya di dunia ini
sebagaimana keberadaan air, angin, api, dan tanah
yang ikhlas untuk apa mereka hadir
aku ingin
jalani hidup ini seperti air, untuk apa ia mengalir;
seperti angin, untuk apa ia bertiup;
seperti api, untuk apa ia membakar;
atau seperti diamnya tanah yang setia memberi kesuburan pada bumi
aku ingin
hadir, sebagaimana aku yang aku impikan!

Tuban, 20.01.2014
M. Fahmi

Bacalah Air Mataku
Oleh: M. Fahmi

Kekasih
maaf sebelumnya,
telah lancang menulis surat ini padaMu
sebab aku tak tahu lagi harus bagaimana,
selain menceritakan ini semua padaMu
aku yakin,
Kau pun sebetulnya telah mengerti
tapi tak apalah
aku akan menceritakan kerinduanku dengan kata-kata biasa:
Kekasih
sambutlah aku
tataplah mataku
dengarlah suaraku
dengarlah dadaku
namun seperti biasa;
sekian banyak yang ingin kukatakan tak terkatakan
sekian banyak yang ingin kuadukan diambil alih oleh air mataku
Kekasih
jika itu yang terjadi
bacalah air mataku!

Tuban, 17.01.2014
M. Fahmi

Pintu RahasiaMU
Oleh: M. Fahmi

aku telah mencariMU
ternyata ENGKAU sangat dekat;
tak lebih dari urat leherku
KAU bukakan sedikit pintu rahasiaMU padaku,
adakah aku masih juga ragu?
sekarang katakan,
ke mana lagi aku akan berlari bila seluruh pintu ini sebetulnya milikMU?
rahasiaMU yang ada pada diriku adalah bukti cintaMU atas segala yang ENGKAU cipta
ketiadaanku nanti bukanlah suatu kehampaan yang sia-sia
di sana aku akan menemukan keabadian bersamaMU sehingga tak perlu lagi ada batas di antara KITA

Tuban, 15.01.2014
M. Fahmi

PERNYATAAN (1)
Oleh: M. Fahmi

Kekasih, kugenggam erat-erat firmanMu
kubawa berlari,
berlari
dan berlari..
betapa pun
di sini
aku selalu berharap
Engkau masih setia menunggu
di ujung waktu
sebab, hanya Engkaulah
akhir dari kembara cintaku!....

Malang, 07.05.2014
M. Fahmi


PERNYATAAN (2)

.sementara Engkau selalu berfirman
di dalam hati
di sini, jiwaku semakin luas
akan firmanMu
yang benar nyatanya
Kekasih, hanya firmanMu
yang melahirkan langkahku,
ucapanku, pengawasanku,
pendengaranku, rasaku.

Malang, 08.05.2014
M. Fahmi


PERNYATAAN (3)

.hari demi hari: firmanMu
kini waktuku
mengambil peran
memunguti firmanMu
dalam semesta akbarMu
aku adalah segala kesadaranku
atas firmanMu;
memberanikan diriku
memutuskan segala apa.

Malang, 09.05.2014
M. Fahmi


PERNYATAAN (4)

.dan lagi,
biar bagaimana pun,
apa pun yang terjadi
Engkaulah Kekasih abadi,
Cinta hakiki; tak pernah
lekang diterpa batasan ruang
juga waktu,
tempat bersandarku
selamanya
sebab,
bahagiaku
adalah bersamaMu.

Malang, 20.05.2014
M. Fahmi


PERNYATAAN (5)

.Kekasihku,
segalanya tentangMu,
selalu,
sebab,
memang Engkaulah
segalanya
tak akan ada
yang lain;
mampu goyahkan rasaku.

Surabaya, 23.05.2014
M. Fahmi


PERNYATAAN (6)

.di sini,
nyata terbukti
di depan mata
perjuangan para kekasihMu
tak setengah-setengah;
saling mengukir cinta
untuk dapatkan
kasihMu
lalu masihkah aku ragu?....

Tuban, 23.05.2014
M. Fahmi

Aku dan Puisi-puisiku
Oleh: M. Fahmi

seberapa kuat kata yang hendak merobekku?
pada belantara yang lebih luas, retorika zaman yang semakin ganas
kebebasan logika pemikiran manusia berusaha mengacak-acak imanku
merobohkan islamku, menginjak-injak keyakinanku
berbagai ideologi terbungkus rapi, semakin saja membutakan penglihatanku,
mendungukan telingaku, membekukan rasaku
puisi-puisi yang tak ku kenal begitu lancang menghapus sedikit demi sedikit firman Tuhan
kata-kata yang entah lahir dari peradaban mana berusaha mengganti Ketuhanan yang Maha Kuasa sebagai keuangan yang maha kuasa
lalu filsafat demi filsafat semakin memandang agama sebagi candu

kata, begitu kuat  berkuasa di media
sanggup mengubah dingin menjadi panas, merekayasa kedzaliman menjadi kebaikan, menyulap kebohongan menjadi kebaikan, dan seperti yang lain

di saat lautan manusia berselimut kata
bumi menjadi saksi atas ketidakhadirnya ruh di setiap untai kata
kata terus mengalir biarpun tanpa sukma
puisi-puisi terus saja lahir biarpun tanpa gerak yang nyata

akupun dengan sisa-sia imanku mencoba bertahan
tapi, puisi demi puisi masih saja ku tulis, walau sebenarnya masih ada sekian keraguan yang mendekap
aku pun terbangun dari lelapnya puisi dan kata
lalu seorang kawan yang telah lama ku rindu datang menyembuhkan lukaku
dengan lembut ia bertutur, Kawan, tidakkah kau ingat, bahwa Allah telah memperingatkan para penyair dalam firmanNya?
penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang dungu
tidakkah kau lihat, mereka menenggelamkan diri dalam sembarang lembah khayalan dan kata
dan mereka suka mengajarkan yang tak mereka kerjakan
kecuali mereka yang beriman, beramal baik, banyak mengingat dan menyebut asma Allah, dan melakukan pembelaan ketika didzalimi
begitulah kawanku bertutur
kembali menarik kesadaranku yang telah lama hilang

di balik puisi-puisiku aku terdiam
sejenak, ku lihat puisi-puisiku berserakan di sana-sini
lalu dengan lirih hatiku membisik
“Ilahi, maafkan puisi-puisiku
selamatkanlah aku dari lautan kata-kata
jagalah kata-kataku
selamatkanlah pusi-puisiku”

Malang, 07.02.2014
M. Fahmi



Segenggam Asa
Oleh: M. Fahmi

yakin merayap ragu
hitam-putih menyatu dengan waktu
melalui sekat-sekat rimba
mewujud abu-abu
pagi bungkam seribu bahasa
parade wajah-wajah penuh harap
melayang
tutupi sinar mentari
di sini keangkuhan tunduk
pada ketawaduan
segenggam asa
temani sepi, di hadapannya
mulutpun tak bisa ungkapkan
sebersitpun
karena hati yang lebih jujur
yang akan menyibak tirai nurani
ketika kesempatan
telah berikan waktunya
aku pun sanggup bertemu dengan kesiapan

Jombang, 10 Januari 2012
M. Fahmi

Menyentuh Langit Cinta-Mu
Oleh: M. Fahmi

seberapa tajam cadas yang hendak merobekku
di sini, waktu menjadi jurang
tempat menampung segala asa berpintalan sebelum akhirnya pecah dalam darah
aku ingin pulang
aku ingin pulang pada asap yang mengalir dari rindu-Mu Allah
membiarkan angin menjemputku dan cahaya mendekapku yang akan segera kembali menyala saat langit cinta-Mu berhasil kusentuh dengan jemari air mata
mungkin juga guntur akan segera tumbuh pada lipatan doa yang membias dari ketinggian harapku
namun, saipa kini yang berani mengganti kerinduanku pada serak nafas-Mu yang Kau kirim jauh sebelum aku lahir dari garba ibu?
kunyalakan lilin pada sela-sela tulang rusukku
membiarkan seluruh darah daging mendidih mematangkan rindu, cinta, dan air mata lewat doa yang bergelantungan di ranting-ranting malam panjangku
sujudku barangkali hanya sebatas diam
menampung keluh kesah yang Kau kirim dalam selembar rindu yang jadzab oleh jumpa paling jeram

Jombang, 24 April 2012
Al-Faqir ilallah

Ku Tolak Cintamu, Bukan Karena Ku Tak Mencintaimu
Oleh: M. Fahmi

cintaku
tahukah engkau mengapa akhirnya harus ku katakan semua ini padamu?
ketahuilah, Tuhan yang dulu engkau agung-agungkan itu
yang dulu kau puja, kau sebut namaNya
hingga bibirmu kelu lewat dzikir sepimu
kini telah terkubur di lembah-lembah mesum
cahayaNya berkarat tenggelam dalam minum-minuman laknat
suaraNya terjepit di antara ingar bingar musik jalanan
sabdaNya pun tak laku lagi dijual di rumah-rumah ibadah
bahkan di pasar loak!
Tuhan telah kau sulap menjadi buah-buah khuldi baruyang siap engkau petik seenaknya, engkau isap, engkau makan, dan engkau campakkan sisanya ke air comberan
Tuhan sudah lama mati terbunuh
engkaulah yang membunuhNya lewat janin-janin tak berdosa, hasil hubungan gelap dengan pacarmu
Tuhan sudah lama mati kelaparan lewat derita orang-orang miskin yang tak kau hiraukan lagi tangisnya
Tuhan telah lama pergi karena kau telah membuatNya cemburu, lewat laku maksiat yang setiap saat kau lakukan
Tuhan telah lama tak ada karena kau tak pernah menganggapNya ada
Tuhan telah lama menghilang karena kau tak lagi membutuhkanNya
Tuhan telah engkau siksa, engkaulah yang memenggal leherNya, kau cincang tubuhNya lewat amuk massa yang mengobarkan nafsu amarah
Tuhan telah engkau injak-injak lewat kekuasaaan angkara murka
Tuhan telah kau tipu lewat omong kosongmu yang tak pernah kau kerjakan
Tuhan telah engkau potong lidahNya, kau bungkam suara kebenaranNya
kemudian Tuhan engkau jadikan barang mainan anak-anak yang terpajang di etalase-etalase toko di sepanjang jalan
dan kini, kau bebas menuhankan apa saja yang engkau sukatermasuk nafsu syahwat dan hawa kedaginganamu!
cintaku
tahukah engkau mengapa akhirnya harus ku katakan semua ini padamu?
sebab, kini aku bukan lagi pribadi yang harus bisa menerima, juga menolak
karena cinta yang seperti itu mungkin hari ini sudah tak ada
orang-orang telah lupa, dan mungkin tak lagi mengingatnya lagi
apakah kau tak juga mengingatnya?
apakah kau tak juga merindukannya?
cintaku
ketahuilah
cinta sudah lama mati bersama matinya hati nurani
cinta sudah lama menghilang bersama menghilangnya kesadaran
maka kutinggalkan nafsu dalam keyakinan hati
percayalah, justru aku sangat mencintaimuitulah sebabnya, kutolak cintamu bukan karena ku tak mencintaimu

Di penghujung tahun, Tuban, 28 Desember 2012
M. Fahmi

Di Balik Usaha dan Takdir
Oleh: M. Fahmi

~Tidak untuk dipercaya. Bukan nasihat. Cuma endapan proses belajar. Bisa jadi benar. Bisa jadi salah. Wallahu a'lam.~

Dulu, saya pernah belajar ilmu Tasawuf di PP. Bumi Damai Al-Muhibbin Tambakberas pada setiap malam Selasa. Kitab yang dikaji adalah “Al-Hikam” karya Ibnu Athaillah As-Sakandary. Di sana—pada setiap malam Selasa—selalu ramai oleh masyarakat dari berbagai wilayah, dari berbagai golongan, dari berbagai etnis. Saya sangat menikmati pengajian tersebut, sebab Abah Jamal selalu memberikan pembelajaran yang benar-benar baru di mata saya.

Saya melihat, bahwa pada setiap kajian kitab-kitab tasawuf itu selalu cenderung  pada paham Jabariyah, yakni segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah. Para Salik (penempuh jalan menuju Allah) dan Sufi, mereka tak pernah tertarik sedikit pun oleh gemilangnya dunia dan seisinya ini, sebab kebahagiaan mereka hanyalah bisa bersanding dengan kekasih sejati, yang memberinya kehidupan di waktu siang maupun malam. Usaha macam apa pun yang dilakukannya semata-mata lahir atas kehendak-Nya. Dan hanya Allah-lah yang mengatur segala kehidupannya dan memenuhi segala kebutuhannya. Manusia banyak yang terbudak oleh ganasnya dunia. Barang siapa yang meninggalkan dunia maka dunia akan dengan sendirinya patuh padanya. Banyak cerita Sufi juga yang senada dengan paham Jabariyah. Hal-hal semacam ini mengajarkan kepasrahan total kepada Allah atas apa yang terjadi pada dirinya.

Namun seiring dengan berjalannya usia, saya memperoleh pemahaman baru lagi atas apa yang saya pahami selama ini, dan ini justru sangat bertentangan dengan apa yang pernah saya kaji di Pesantren. Bahwa hidup itu harus ada keseimbangan antara olah dzikir dan olah fikir. Bahwa Allah memang telah menentukan takdir setiap manusia di Lauh al-Mahdfudz. Tapi tidak berarti Allah menghendaki manusia ini jadi orang jahat, manusia ini jadi orang baik, tidak. Tidak sama sekali, Kawan. Jika saja seperti itu maka berarti Allah tidak adil, padahal sesungguhnya Allah adalah Dzat yang Maha Adil. Dalam Lauh al-Mahfudz itu Allah hanya menentukan mana jalan yang baik dan mana jalan yang tidak baik.

Manusia lantas diberi kebebasan memilih jalan. Dengan demikian berarti Allah adalah Dzat yang benar-benar Adil pada setiap makhluknya.
Setiap manusia yang lahir di muka bumi ini hakikatnya hanif, suci, dan fitrah. Namun, dalam perjalanannya mengarungi samudera kehidupan ini ada banyak macam “warna” yang mempengaruhinya. Manusia memilih jalannya sendiri-sendiri sesuai apa yang diyakininya. Sehingga menjadilah ia sebagaimana ia menjadi.
Pemikiran Jabariyah berbanding terbalik dengan pemikiran-pemikiran orang Barat yang cenderung Qadariyah, yakni segala sesuatu terjadi atas jerih payah dan usaha yang dilakukannya. Bahwa setiap manusia diberi kekuatan untuk berusaha. Inilah yang menjadikan orang Barat berkembang menjadi negara maju dan mengalahkan orang-orang Islam.

Umat Islam sekarang banyak yang terbelakang dan menjadi bangsa terjajah serta menjadi obyek dari keproduktifan dan kekreatifan umat lain karena pola pikirnya banyak yang terjebak ke dalam paham jabariyah dan fatalistik. Kita memerlukan wali dan dan para sufi yang terjun langsung ke medan juang, bukan wali dan sufi yang menghindar dari peperangan  dan menjadi pertapa di gunung. Kemiskinan, penyakit, dan kebodohan adalah musuh terbesar kita saat ini yang mesti diperangi.

Kita beramal dan beribadah bukanlah karena mengharapkan Surga atau karena takut masuk Neraka, namun semata-mata karena ikhlas, tunduk, patuh, dan cinta kepadaNya. Namun, cinta itu sendiri harus dimanifestasikan lewat perjuangan, kerja keras, dan harus ditebus dengan tetesan keringat, darah, dan air mata. Memang tidak ada kekuatan melainkan datangnya dari Allah, tapi untuk mengenal kekuatanNya yang sesungguhnya kita harus mengosongkan diri, hening-heneng-henong, bahkan keluar dari diri sendiri sebelum akhirnya masuk kembali ke dalam alam makrifat dan tenang bersamaNya. Perjalanan itu harus dilalui lewat tangga syari’at, thoriqoh, hakikat, hingga akhirnya sampai pada tangga terakhir, yakni makrifat.

Nahdhotul ‘Ulama telah memberi pemahaman bahwa segala sesuatu harus disikapi dengan metode “mutawashith”, yakni tidak hemisfer kanan, juga tidak hemisfer kiri. Maka NU berada di tengah-tengah paham Jabariyah dan Qodaariyah. Ini bukan berarti NU tidak punya pandangan, tapi “di tengah-tengah” itu berarti bahwa ada saat dimana kita Jabariyah, dan ada saat di mana kita Qadariyah. Bahwa beribadahlah engkau seakan-akan maut selalu mengintai dan bekerjalah engkau seakan-akan hidup selama-lamanya!

Tuban, 18 Ramadhan 1435 H