Memoar Pohon Kersen |
Waktu itu, matahari menyembul dari balik pohon-pohon kersen yang buahnya sangat lebat. Buah yang matang berwarna merah cerah, bentuknya bulat-bulat, dan rasanya manis. Ada yang menyebutnya pohon beleci, ada juga yang menyebutnya pohon keres. Setiap pagi, aku suka mengambil sejenak buah-buah itu untuk kumakan di sepanjang perjalanan. Aku berjalan bersama Zahra yang tak sengaja berpapasan di jalan. Kami bergegas menuju sekolah. Ia menanyakan perihal asing yang tak ingin kujawab. Aku hanya menggelengkan kepala. Sebenarnya, aku ingin sekali mengiya. Atau lebih tegas lagi menyatakan, dialah yang telah membuatku diam-diam jatuh cinta. Celakanya, aku bukan lelaki yang mahir berbicara. Apalagi bila itu terkait dengan perasaan. Urusan hati, aku selalu mati kutu.
"Ndak pernah?"
"Ya.."
"Biar cuma sekali?"
Kali ini, aku memilih diam.
"Berarti pernah, ya? Iya kan. Iya kan. Iya kan? Ehe."
Buru-buru aku menukas, "Ndak.."
"Nilai bahasamu pasti merah," tuding Zahra.
"Enak saja," bantahku.
"Buktinya jawabanmu selalu sama," katanya sambil tertawa. "Kalau bukan satu kata, ya dua kata. Miskin sekali kosa katamu, San."
Aku tergelak. Badanku terguncang. "Kamu?"
"Kenapa?"
"Hmm.."
"Pernah jatuh cinta?" Cecarnya.
"Bukaaan. Berapa nilai bahasamu?"
Sebuah cubitan pelan singgah di pinggangku. Kurasakan cubitan itu membuatku semakin tidak nyaman. Cubitan yang kuduga adalah isyarat bahwa Zahra juga, boleh jadi, memendam rasa yang sama denganku. Namun, buru-buru kutepis dugaan itu. Siapa gerangan gadis bodoh yang bisa jatuh hati kepada lelaki sepertiku? Kalaupun ada, pasti bukan Zahra orangnya. Dan, kekakuan yang menyiksa berlangsung semenit-dua menit.
"Aku pernah jatuh cinta," kata Zahra dengan pelan. Sangat pelan.
Debar di dadaku makin kencang.
Dia berjalan mendahului dan berbalik menghadapku. Menghalang-halangi jalanku. Aku terkesiap dan menghentikan jalan. Dia menatapku lekat-lekat. Aku pun mencoba bertahan, membalas tatapannya.
"Kamu ndak tanya siapa lelaki yang membuatku jatuh cinta itu?"
Setengah terpaksa, aku bertanya. "Siapa?"
"Rahasia.." katanya sambil meleletkan lidah. Ia seakan mengolok-olokku melalui tatapannya. ~