Menjadi santri yang sesungguhnya.

http://rbi.or.id/pesantren-adalah-sebuah-jawaban/

Pesantren Adalah Sebuah Jawaban
Oleh: M. Fahmi

"...Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai..." QS. al-A'raf: 179.

"Beruntunglah mereka yang berada di pesantren yang kemudian menimba sekaligus mengamalkan ilmu agama. Jujur, saya saja harus nekat membuat pesantren di dalam kampus negeri. Padahal sebetulnya hal tersebut tidak diperbolehkan. Tapi saya benar-benar nekat. Sebab jika tidak ada pesantrennya, maka mahasiswa tidak akan pernah bisa menjadi pintar. Menjadi pintar saja tidak bisa, apalagi menjadi baik. Baik itu kan berada di atasnya pintar," begitulah tutur Prof. H. Imam Suprayogo dalam mau'idhoh hasanahnya di acara al-Halaqah al-'Ilmiyyah yang diselenggarakan di Ponpes Anwarul Huda (24/2/17).

Mondok di pesantren itu penting. Dikatakan penting bukan sekadar basa-basi, tapi hal ini memang sebuah esensi. Tidak akan pernah bisa tercapai cita-cita lahirnya intelek yang ulama', apalagi ulama' yang intelek jika tidak mondok di pesantren. Malah akan menjadi tidak jelas: disebut intelek kok begitu, disebut ulama' kok ya begitu. Bahkan kadang-kadang memalukan. Ada kisah nyata yang menarik. Diceritakan ada seorang mahasiswa yang telah diwisuda dari sebuah kampus. Kabar lulusnya mahasiswa itu terdengar hingga ke telinga para tetangganya. Hingga masyarakat mengira bahwa mahasiswa tersebut sudah pintar, sudah siap terjun dan menerapkan ilmunya di dunia masyarakat. Disuruhnya mahasiswa tersebut untuk mengimami sholat di masjid, kemudian juga memimpin tahlil, memimpin do'a, istighosah, khotbah, dan acara keagamaan lainnya. Hal yang demikian kemudian malah menjadi beban bagi mahasiswa tersebut. Ijazah itu membebaninya, karena jika pergi ke mana saja ia menjadi bingung: akan disuruh ini, disuruh itu. Akhirnya ia datang ke kampus untuk mengembalikan ijazahnya. Sungguh cerita yang memalukan. Itulah sebabnya, seseorang tidak cukup hanya dengan menjadi mahasiswa saja. Harus sekaligus mondok di pesantren. Karena jika hanya mengandalkan kuliah, maka dapat dipastikan ia akan menjadi bingung, dan pada akhirnya ia tidak bisa berperan di masyarakat. Kuliah itu cuma ceramah teori dan bercerita saja. Berbeda dengan pesantren yang langsung dilatih dan berlatih.

Banyak sekolah-sekolah yang cenderung berlebih-lebihan, tidak sukses, dan akhirnya gagal. Bahkan sebetulnya, pendidikan di sekolah itu perlu dipertanyakan. Katanya, pendidikan itu mencetak akhlak yang bagus, memperbaiki karakter. Tapi nyatanya masih banyak orang yang bingung usai sekolah. Salah satu bukti bahwa akhlak dan karakter seseorang bagus ialah jujur. Kita melihat, bahwa jenjang pendidikan itu dimulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA, S1, dan seterusnya. Sekarang dari semua jenjang tersebut, yang paling jujur lulusan apa? Pasti jawabannya adalah PAUD. TK masih terbilang jujur. SD juga masih jujur, tapi itu pun hanya kelas satu, kelas dua. Setelah kelas tiga dan seterusnya, maka ia sudah mulai tidak jujur: mulai dari menipu temannya, berbohong pada guru, dan lain sebagainya. Coba kita renungkan, SD dengan SMP lebih nakal mana? SMP dengan SMA lebih nakal mana? Dan seterusnya. Semakin tinggi jenjang pendidikan ternyata para muridnya semakin nakal. Sehingga, pendidikan di sekolah itu sesungguhnya berusaha untuk menakalkan seseorang. Coba kita teliti lagi, ketika dilontarkan sebuah pertanyaan kepada anak PAUD dan TK, "siapa yang hari ini membawa uang saku lima ribu?" maka mereka menjawab, "saya, Bu Guluuu..!" Dan ketika dicek maka pasti benar: yang dibawa adalah uang lima ribu rupiah. Sementara jika diberikan tugas semisal proyek, katakanlah kepada mahasiswa S1, maka akan dipotong ini, dipotong itu, potong semua! Karena pendidikan yang selama ini diasah hanyalah otak, yang diajarkan di sekolah hanyalah perkara efektif-efisien, untung-rugi, menang-kalah. Akhirnya mereka banyak yang menjadi bingung. Ketika bingung, yang dipegang adalah kepalanya. Padahal sesungguhnya yang mestinya diperbaiki lebih dulu adalah bagian hati, bukan otak. Sehingga ketika ada masalah, yang dipegang adalah dadanya, "yang sabar ya, yang ikhlas ya, yang istiqomah ya." Oleh sebab itu, mengapa ketika sudah kuliah kok harus mondok, ya memang seharusnya mondok. Sebab hanya pesantrenlah yang bisa menjawab segala persoalan dan memperbaiki segala yang berurusan dengan hati. Pendidikan di sekolah itu tidak bisa memperbaiki akhlak dan karakter. Tidak bisa. Justru, akhlak dan karakter itu diperbaiki di dalam pesantren.

Pendidikan di sekolah menjadi tidak sukses bukan karena gurunya, bukan karena birokrasinya. Karena memang untuk mengurus manusia merupakan suatu urusan yang berat sekali. Itulah sebabnya mengapa seseorang harus ada pondok pesantren. Kata manusia sendiri disebutkan di dalam al-Qur'an sebagai al-insan, an-nas, dan al-basyar. Disebut al-insan 56 kali, disebut an-nas 179 kali. Al-Qur'an menyebut al-insan dengan konotasi yang selalu jelek, kecuali satu ayat, yaitu laqod kholaqnal insana fi ahsani taqwim. Tapi itu pun masih diteruskan dengan tsumma rodadnahu asfala safilin. Selebihnya itu, kata al-insan jelek semua. Innal insana lirobbihi lakanud, bahwa insan/ manusia kepada Tuhannya saja ingkar, apalagi kepada teman-temannya, kepada gurunya, kepada istrinya. Jadi sangat sulit mengurus manusia itu, innal insana layathgho, innal insana lafi khusrin, innal insana ladhulmun mubin, innal insana lakafurun mubin, dan lain sebagainya. Sehingga yang disebut insan-insan itu selalu kurang, jelek, kufur, dholim, rugi, berkeluh-kesah, ingkar, dan seterusnya. Nahasnya, ada konsep pendidikan di sekolah yang berusaha untuk mencetak "insan kamil". Padahal insan itu jelek, kamil berarti sempurna. Ada pula yang membuat slogan "memanusiakan manusia": manusia itu sudah jelek, lalu dijadikan lebih jelek lagi. Apa tidak malah lebih jelek? Memang sangat sulit segala yang berurusan dengan urusan manusia, apalagi mengurusnya. Karena itu tidak cukup seseorang belajar hanya lewat pendidikan di sekolah saja.

Kalau memang akhlak dan karakter manusia itu tidak bisa diperbaiki lewat pendidikan di sekolah, maka solusi untuk dapat membuat manusia menjadi baik adalah lewat mondok di pesantren. Namun, tidak semua yang menjadi santri itu benar-benar baik. Santri yang apa, santri yang bagaimana? Untuk menjadi baik, tidak berbuat keji dan mungkar di dalam al-Qur'an telah dijelaskan, innassholata tanha 'anil fakhsyai wal munkar. Arti lengkapnya di surat al-'Ankabuut ayat 45 yaitu, "Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-kitab (al-Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." Sudah sangat jelas bukan ayat tersebut, bahwa ternyata untuk menjadi baik itu bukan melalui pendidikan di sekolah, tapi dengan melakukan sholat. Dan aktivitas sholat, terlebih shalat berjamaah itu selalu ditunaikan di pesantren. Di pesantren, para santri selalu diobrak-obrak untuk melakukan shalat berjamaah. Qad aflaha man tazakka wa dzakarosmarobbihi fasholla, wasta'inu bis shobri washsholah, robbij'alni muqimas sholati wa min dzurriyyati, fasholli lirobbika wanhar, wa aqimisholata lidzikri, dan lainnya sebagainya.

Kalau sholatnya sudah beres, maka sesungguhnya segalanya sudah selesai. Sehingga jika ada orang yang berbuat kemungkaran, jelas sholatnya tidak benar. Padahal banyak sekali orang yang sudah sholat tapi masih menipu, masih hasud, masih berbohong, iri, dengki, mengganggu orang lain, takabbur, dan lain sebagainya. Lalu apa yang salah? Yang salah itu ya kira-kira adalah sholatnya. Karena tidak semua sholat itu bisa membuat manusia menjadi baik. Di dalam al-Qur'an surah al-Mu'minun ayat 2 dijelaskan, Qad aflahal mu'minun, alladzinahum fi sholatihim khosyi'un. Permasalahannya, sholat yang khusu' itu sholat yang seperti apa dan bagaimana?

Di dalam al-Qur'an surah al-Baqarah ayat 45-46 dijelaskan, "Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya." Ternyata sholat khusyu' adalah sholat yang dirinya yakin akan bertemu dengan Allah. Maka untuk dapat melakukan shalat khuyu', seseorang harus meyakini bahwa ia kelak akan bertemu dengan Allah. Kalau ketemu dengan Allah, apakah benar-benar ketemu? Kalau benar ketemu, shalat mestinya harus tahu: siapa yang shalat? Lalu juga, shalat itu di mana? Seringkali kita tidak melakukan permenungan di dalam sholat, sehingga lupa, siapa sesungguhnya yang sedang shalat, di mana shalat itu dilakukan, kepada siapa shalat itu dipersembahkan. Sebutlah seseorang bernama Wika. Wika ini kalau pergi sebentar itu berarti badannya tidur. Kalau badannya tidur, maka tangannya tidak bisa bergerak, matanya tidak bisa digunakan untuk melihat, telinganya pun tidak bisa digunakan untuk mendengar, dan lain sebagainya: karena Wikanya pergi. Apalagi kalau Wika itu sudah pulang, selama-lamanya. Maka seluruh anggota tubuhnya tidak bisa lagi digunakan untuk bergerak. Sehingga badannya Wika harus segera dimandikan, dikafani, dishalati, dan dikirim ke kuburan. Karena Wikanya sudah roji'un. Jadi yang shalat itu adalah Wika, yang punya badan itu. Bukan tubuhnya Wika. Sering kali yang shalat itu tubuhnya Wika. Mulutnya Wika yang mengucap surah al-fatihah, tangannya Wika yang melakukan takbir, badannya yang melakukan shalat, sementara Wikanya sendiri pergi ke Mall, ke kampus, ke jalan, mengerjakan tugas, dan lain sebagainya. Di situ lalu kemudian disebut shalat yang tidak khuyu'. Mestinya ketika Allahu akbar, maka Wikanya yang shalat, ditambah qoulinya, ditambah fi'linya. Hal inilah yang sesungguhnya shalat itu tidak mempengaruhi apa-apa, tidak dapat mencegah manusia dari perbuatan keji dan mungkar.

Shalat itu tidak saja hanya menghadap ke baitullah, tapi hatinya juga harus ada di sana. Shalatnya di masjid, tapi hatinya di sana (baitullah). Orang-orang terkadang terlalu liberal, mengatakan bahwa semua tempat itu sama, semua waktu itu sama. Dan mahasiswa banyak yang lantas kemudian percaya begitu saja. Padahal semestinya kita harus berpikir terlebih dahulu: ketika dalam kaitannya ibadah apakah semua waktu dan tempat itu sama. Tentu tidak. Ibadah haji itu harus dilakukan di baitullah makkah, puasa ramadhan itu harus pada bulan ramadhan. Maka ruh, jiwa, dan hati manusia ketika shalat semestinya berada di baitullah, sebab hanya di sanalah tempat yang paling aman, sehingga shalatnya tidak lagi digoda dan diganggu oleh syaithan. Man dakholahu kana aminan. Lalu bagaimana caranya agar kita bisa mengetahui syaithan? Mudah sekali. Ketika kita becermin di depan kaca, maka yang ada di depan kita, yang sedang kita lihat itulah yang disebut syaithan. Yang ada di dalam kaca itulah yang disebut syaithan. Tapi itu kan gambar kita? Bukan. Bukan itu yang dimaksud. Tapi yang di dalam kaca itu: kalau dia itu suka hasud-menghasud, kalau ia suka dengki, riya', memfitnah, adu domba, suka berbuat keji, ngajinya tidak serius, maka itulah yang disebut syaithan.

Sholat sesungguhnya adalah berlatih pulang. Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un. Bahwa segalanya itu adalah milik Allah, dan nanti kelak akan kembali kepada-Nya. Manusia itu terdiri dari jasmani dan rohani. Maka keduanya kelak akan kembali. Tanah ke tanah. Ruh ke Maha Ruh. Kalau kembalinya jasmani mungkin tidak akan pernah tersesat dalam berpulang, karena diantar oleh masyarakat ke kuburan. Persoalannya adalah kembalinya rohani kita ini. Rohani kita ini kembali ke mana? Tentu jawabannya adalah kepada Allah. Sholat itu sesungguhnya kembali. Kembali ke tempat asal: kepada-Nya. Apabila seseorang telah membiasakan untuk kembali kepada-Nya sebanyak lima kali sehari semalam, maka pada saat ia benar-benar pulang, maka ia akan tahu tempat kembali yang sesungguhnya. Berbeda dengan manusia yang jarang atau bahkan tidak pernah shalat, maka ruhnya akan menjadi bingung: mau kembali ke mana, karena tidak tahu tempat kembali. Akhirnya kemudian ruhnya gentayangan dan menjadi gendruwo. Itulah sebabnya, jika shalat seseorang sudah benar maka ia akan mengerti tempat kembali yang sesungguhnya.

Katanya, kalau ingin menjadi kaya, maka berdekat-dekatlah dengan orang kaya. Kalau ingin pintar dekat-dekatlah dengan orang pintar. Kalau ingin baik dekat-dekatlah dengan orang baik. Diceritakan bahwa jumlah Nabi itu ada 124.313, sementara jumlah Rasul ada 313. Ruh mereka berkumpul di baitullah. Maka jika ingin menjadi baik, ruh kita ketika shalat pun harus berada di baitullah sana, berkumpul bersama ruhnya para nabi dan Rasul, sehingga insya Allah ia akan menjadi baik. Demikianlah, ketika shalat itu telah benar, maka seseorang akan menjadi baik. Dan tempat pembinaan shalat, ilmu tentang shalat, berikut praktiknya ya hanya ada di pesantren. Pesantrenlah yang menjadi sebuah jawaban.
Ketika kita membaca surat al-Ma'un, tentu tidak lantas kemudian dimaknai secara tekstualnya saja, tapi juga harus melihat kontekstualnya, Aroaitalladzi yukadzzibu biddin, fadzalikalladzi yadu' 'ul yatim, wa la yakhuddu 'ala tho'amil miskin. Tapi mengapa kemudian diteruskan dengan fawailul lil mushollin, kok seperti ada bab baru. Maka mungkin, yatim dimaknai bukan secara biologisnya, tapi yatim yang dimaknai dengan: "ruh ini yatim" karena terpisah dengan bapaknya. Seseorang yang tidak mempunyai bapak itu kan yatim. Yang disebut Abul basyar adalah Nabi Adam, sementara abul arwah itu adalah Nur Nabi Muhammad SAW. Innalloha wa malaikatahu yusholluna 'alannabi. Maka jika seseorang tidak sholat, maka ini akan menyebabkan terputus, sehingga yatim: yatim di dalam hati, dan juga miskin di dalam hati. Ketika sudah yatim dan miskin hati, maka punya mata tapi tidak bisa digunakan untuk melihat, punya telinga tapi tidak bisa digunakan untuk mendengar, punya hati tapi tidak bisa digunakan untuk merasa. Sehingga ia terputus. Kalau cuma miskin harta itu tidak terlalu berbahaya, tapi kalau sudah miskin hati itu yang sangat berbahaya. Orang yang menipu, riya', dengki, maksiat ke diskotik malam, itu semua sesungguhnya miskin hati, bukan miskin harta. Harta mereka melimpah ruah, tapi hati mereka yang sesungguhnya yatim dan miskin.

Maka sesungguhnya yang menjadi persoalan adalah mengurus hati, kalau hati baik insya Allah semuanya menjadi baik, sehingga selesailah semuanya. Rasul pernah bersabda ketika usai perang badar bahwa, "kita baru selesai dari perang kecil, kita akan bersiap-siap dengan perang besar." Perang badar yang sedemikian dahsyatnya seperti itu kok kemudian dibilang oleh Rasul sebagai perang kecil. Lalu sahabat bertanya, "perang besar itu seperti apa ya Rasul?" Kemudian dikatakan oleh Rasul bahwa perang besar itu adalah perang melawan hawa nafsu diri sendiri. Itu lebih berat dari perang badar sekalipun. Karena hawa nafsu adalah musuh yang tak kasat mata, sementara musuh dalam perang badar terlihat oleh mata. Manusia memulai perang dengan hawa nafsu itu dimulai dari semenjak bangun dari tidur di pagi hari. Oleh sebab itu dianjurkan untuk melakukan do'a qunut di waktu shalat shubuh. Kalau manusia merasa belum sanggup melawan dahsyatnya hawa nafsu ya seharusnya melakukan qunut. Manusia itu terdiri dari empat unsur: unsur api, unsur tanah, unsur air, dan unsur udara. Sifat manusia seperti angin: yang suka sikut sana sikut sini. Sifat manusia yang seperti api: yang suka memanas-manasi temannya, sifat manusia yang seperti air: yang suka mencari jalan entah itu benar atau salah, sifat tanah yang selalu tidak puas. Jadi, selama nafas masih berada di kandung badan manusia, maka sesungguhnya nafsu itu masih menyertainya.

Al-Qur'an adalah kebenaran. Kebenaran tetaplah sebagai sebuah kebenaran. Telah sedemikian banyak keajaiban yang telah ditunjukkan oleh keagungan kalam Allah itu. Sehingga yang menjadi garis besar dari awal hingga sampai pada paragraf terakhir ini ialah "perkara yang paling berat itu sesungguhnya adalah mengurus hati". Cara mengurus hati ialah dengan membimbing ruh dengan shalat yang benar. Shalat yang benar itu dilakukan dengan khuyu', yaitu shalatnya orang-orang yang meyakini, bahwa mereka kelak akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. Tentu untuk kembali kepada-Nya, manusia harus dalam keadaan dengan hati yang bersih seperti sedia kala ketika manusia dilahirkan, suci tak berdebu oleh dosa. Illa man atalloha bi qolbin salim, yaitu orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat dan bersih. Ketika seseorang telah benar dalam melakukan shalat, maka seseorang akan menjadi baik, dan insya Allah hati akan menjadi damai bersama-Nya. Sementara, tempat pengajaran sekaligus pelatihan ilmu agama yang meliputi: pembinaan shalat, ilmu tentang shalat, berikut praktiknya ya hanya diajarkan di pesantren. Pesantrenlah yang menjadi jawaban.

Wallahu a'lam.

Malang, 03 Maret 2017

http://rbi.or.id/pesantren-adalah-sebuah-jawaban/


Selamat membaca tulisan saya yang ada di Kompasiana, https://www.kompasiana.com/mukhammadfahmi


Cinta Lelaki Biasa
Oleh: M. Fahmi

Di suatu hujan bulan Desember nanti.
Tibalah kita, terhenti pada payung teduh yang sama. Menunggu hujan reda.

"Mengapa kau tak pernah mengatakannya padaku?" tanyanya tiba-tiba.

Sorot matanya. Ah, lelaki itu tak bisa menatapnya lagi. Sementara, ia sendiri sibuk mengumpulkan keberanian di tengah-tengah gigil yang mendekap.

"Aaa.. a... aku hanya lelaki biasa. Bahkan, aku terlalu rapuh untuk mengatakannya. Mengapa kita harus bersandiwara? Mengapa kita harus memendam sedemikian dalam?" jawab dan tanyanya yang terbata-bata, seperti anak SD yang baru belajar membaca.

Kali ini perempuan itu menertawakannya. Betapa lelaki itu merasa sangat bodoh sekali. Namun seketika perempuan berhenti tertawa dan menatapnya. Namun kali ini lebih tajam.

"Sebab, perjuangan kita sudah sejauh ini. Sungguh tidak baik menghianati debar, Teman. Sekarang, katakanlah. Aku sudah lama menunggu."

Perempuan itu lebih memilih memejamkan matanya, menghayati suara paling haru untuk didengar pertama kalinya.

Namun yang didengar ternyata bukanlah pernyataan romantis, melainkan kata-kata bijak yang keluar dari mulut seorang lelaki biasa.

"Apa yang tertulis sebagai milik kita akan menjadi milik kita dan apa yang tertulis bukan sebagai milik kita tidak akan menjadi milik kita. Itulah sebabnya, aku selalu percaya. Bukankah begitu?"

"Dasar lelaki biasa!"

Perempuan itu berpaling kemudian pergi. Baru dua, tiga langkah saja, seketika tubuhnya serasa ditampar derasnya hujan. Dan akhirnya, mau tidak mau ia harus kembali ke tempat semula. Lelaki itu mendekatinya.

"Janganlah mudah bersikap gegabah. Mengapa hati seorang perempuan selalu mudah terbakar, sekalipun di hujan yang deras seperti ini?"

"Justru itu. Kau harus benar-benar tahu, kalau aku ini perempuan. Belajarlah sedikit demi sedikit untuk bersikap romantis."

Lelaki itu memasangkan jaketnya ke badan perempuan yang sedikit kuyup. Hati-hati sekali.

"Kau harus ingat. Sekalipun aku hanyalah lelaki paling biasa di Bumi, tapi aku masih menyimpan harapan. Ya, harapan untuk mendapatkan cinta itu kembali meskipun berkali-kali harus kutebus dengan air mata. Inilah milikku satu-satunya yang paling berharga. Betapa ingin aku mengajakmu ke suatu tempat yang paling indah. Tempat kembali, kampung halaman yang senantiasa dirindukan manusia. Maukah engkau menjadi temanku ke Surga?"

Perempuan itu tersenyum. Senyum yang tak biasa. Sedikit cubitan mendarat di lengan baju lelaki itu. Kemudian ia menghela napas panjang.

"Ah, engkau ini. Entah kenapa aku selalu jatuh hati padamu. Aku menyukai caramu beretorika. Terima kasih, telah melakukan hal yang terbaik selama ini. Beruntunglah kelak, anak yang mempunyai ayah bijak sepertimu."

Malang, 3.11.2017.

http://rbi.or.id/hamba-hamba-allah-yang-cerdas/

Hamba-Hamba Allah yang Cerdas
Oleh: M. Fahmi *)

“Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik,” (QS. ar-Ra’d: 29).

Ada makna yang begitu dalam, perihal syair yang disebutkan pada muqoddimah kitab Riyadhus Shalihin karya Syaikh Imam an-Nawawi, "Innalillahi ‘ibadan futhona, tholaqu ad-dunya wa khoful fitana, nadhoru fiha falamma ‘alimu, annaha laisat lihayyin wathona, ja’aluha lujjatan wattakhodzu, sholihal a’mali fiha sufuna.” Artinya kurang lebih demikian, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memiliki hamba-hamba yang cerdas lagi bijaksana. Ialah mereka yang menceraikan dunia karena khawatir akan tipu daya dan fitnahnya. Mereka benar-benar melihat dan mengetahui, bahwa sesungguhnya dunia bukanlah tempat hidup yang sebenarnya bagi manusia. Mereka melihat dunia sebagai bahtera lautan yang sangat dalam dan menjadikan amal saleh sebagai perahu untuk mengarunginya.

Siapakah hamba-hamba yang cerdas lagi bijaksana itu? Mereka adalah anak manusia yang berhasil menyelesaikan misinya yang agung sebagai hamba Tuhan dalam mengarungi dalamnya lautan dunia. Mereka menthalaq atau menceraikan dunia dari hatinya yang telah membelenggunya dalam menemukan kebenaran yang seutuhnya.

Sungguh, dunia bukanlah tempat hidup yang sebenarnya bagi manusia. Dunia dengan segala kesusahan, kekecewaan, kepenatan, kemiskinan, kehinaan, keputusasaan, kelaparan, penipuan, kematian, bencana, keterlukaan, kegundahan, kengerian, kebosanan, kebinasaan, kesakitan, dan air mata, bukanlah tempat yang sesungguhnya bagi manusia. Lihatlah, manakala bayi, seorang anak manusia untuk pertama kali melihat keadaan dunia dan seisinya, hal yang pertama kali dilakukannya ialah menangis, betapa ngeri dan aneh ia berada di tempat bernama dunia itu. Demikian, ada tempat sejati yang telah dijanjikan dan disediakan bagi umat manusia. Tempat itu adalah Surga. Sebagaimana dikisahkan dalam penciptaan manusia yang pertama, yaitu Nabi Adam dan Ibu Hawa. Tempat manusia yang sebenarnya adalah Surga. Merupakan tanah kelahiran, kampung halaman, sekaligus tempat kembali bagi umat manusia yang sejati. Hanya karena tergoda tipu daya iblis, Nabi Adam dan Ibu Hawa terusir dari Surga dan diturunkan ke dunia yang penuh dengan kengerian. Hingga akhirnya, selanjutnya anak cucu Nabi Adam harus menjalani hidup di tempat yang tidak sebenarnya, dunia.

Sementara, banyak manusia yang tidak ingin kembali ke kampung halamannya yang dahulu. Mereka lebih memilih dunia sebagai tempatnya hidup dan bersenang-senang. Mereka menjadikan dunia sebagai satu-satunya tempat kehidupan dan mereka serasa tak ingin mati. Padahal hampir setiap hari kita mendengar, diumumkan pada setiap masjid, manusia demi manusia yang berpulang dan tak kembali lagi ke dunia, untuk melanjutkan perjalanannya yang maha panjang. Demikian, menunjukkan hidup manusia di dunia ini tidak selamanya, hanya sebatas tempat persinggahan sementara.

Sepintas mata, dunia memang begitu indah dan memesona. Namun, bagi hamba-hamba yang cerdas lagi bijaksana mereka mengerti, bahwa di dalamnya terdapat tipu muslihat dan fitnah yang begitu kejam. Sebagaimana kenikmatan buah khuldi yang di dalamnya terdapat tipu daya iblis untuk menggoda Nabi Adam dan Ibu Hawa. Manakala Nabi Adam dan Ibu Hawa memakan buah khuldi, seketika terbanglah pakaian surganya, hilanglah kemuliaannya, dikeluarkanlah mereka dari Surga, tempat manusia yang sejati.

Hamba-hamba Allah yang cerdas melihat dunia sebagai bahtera lautan yang sangat dalam. Ada manusia yang menyelamatkan diri dengan menggunakan perahu berupa iman dalam mengarungi lautan untuk sampai ke dermaga pulau Surga. Ada manusia yang tidak berbekal apa-apa, dan ia segera terciduk oleh ombak lautan yang deras. Ada manusia yang menggunakan perahu iman, namun tiba-tiba di tengah perjalanan ia menenggelamkan diri ke lautan karena tergoda intan dan permata yang hanya dunia semata. Waktunya telah habis hanya untuk mencari intan dan permata. Betapa, telah tenggelam di dalam bahtera lautan itu kebanyakan manusia yang terlupa akan tempat tujuan kembali, pulau Surga. Sedikit sekali manusia yang dengan sabar mendayung perahunya untuk bisa sampai ke dermaga Surga. Padahal, telah siapkan di sepanjang perjalanan manusia itu peta dan kompas kehidupan berupa firman Tuhan dan sabda Nabi Muhammad sebagai petunjuk jalan pulang. Namun, sebagian manusia mengabaikan dan lebih memilih menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari keindahan permata yang ada di dalam lautan.
Disebutkan dalam al-Quran surat ar-Ra’d ayat 22, “Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).” Jelas sudah, hanya orang-orang yang sabar dalam menjalankan kebaikan dan menyelamatkan imannya dari derasnya arus gelombang dan dalamnya lautan dunia, mereka yang akan kelak sampai di tempat kesudahan (Surga) yang baik.

Lanjutan ayat tersebut, “(yaitu) surga ´Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu.”
Hamba-hamba yang cerdas lagi bijaksana itu, disambut kedatangannya oleh malaikat penjaga Surga. Di akhirat nanti, ada dua jenis air mata. Pertama, air mata bahagia, kemudian sisanya adalah air mata kesedihan. Saat-saat demikian di depan pintu Surga, menjadi momen paling haru di akhirat, sebab manusia yang cerdas telah berhasil untuk bersabar di muka bumi, hanya untuk hari yang paling ditunggu-tunggu, yaitu berjumpa dengan Allah Azza wa Jalla di Surga, Kekasih sejati yang tidak akan pernah ada tandingan lagi rasa nikmat ketika melihat-Nya. Para malaikat itu memberi hormat dan mengucapkan salam kepada mereka, “Salaamun 'alaikum, bimaa shobartum fani'ma 'uqbaddaar. Selamat, selamat, wahai manusia-manusia yang cerdas. Selamat atas kesabaranmu dalam menjalankan kebaikan dan menjauhi kemungkaran di muka bumi, selamat atas kesabaranmu di dalam mengarungi derasnya lautan dunia, sungguh Surga telah menanti kedatanganmu, merupakan tempat kesudahan yang sejati bagi manusia-manusia yang cerdas.”

“(sambil mengucapkan salam): "Salamun ´alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu,” (QS. ar-Ra’d: 24).

Sementara sisanya, manusia-manusia yang dungu, manusia-manusia yang bodoh, manusia yang tidak bersyukur dan menggunakan akalnya, mereka menangis karena tidak bisa pulang ke kampung halamannya. Ialah mereka yang merusak janjinya pada Tuhan setelah diikrarkan dengan teguh di alam ruh, mereka yang memutuskan segala apa yang telah diperintahkan oleh Allah, dan mereka yang berbuat kerusakan. Perjanjian antara Allah dan anak manusia di alam ruh disebutkan dalam al-Quran surat al-A’raaf ayat 172, “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap janji ini (keesaan Tuhan)"
Sedemikian, manusia-manusia yang tidak cerdas itu telah siapkan tempat kembali yang sebenarnya pula, Neraka. Itulah sebagai balasan atas kegagalan menyelesaikan misinya yang agung sebagai seorang anak manusia dalam mengarungi lautan dunia.

Disebutkan dalam surat ar-Ra’d ayat 25, “Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).”

Lanjutan ayat tersebut, “...mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).”

Demikian, semoga kita tergolong sebagai hamba-hamba yang cerdas, yang tidak latah dan silau hanya dengan keindahan dan gemerlap dunia yang menipu. Akhirnya, hanya dengan bersabar dalam menanam kebaikan dan menepis segala kemungkaran, berpegang teguh pada agama Allah, dan selalu mengingat-Nya yang dapat menyelamatkan iman kita dari deras dan dalamnya lautan dunia. “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram,” (QS. ar-Ra’d: 28).

Bumi damai PPAH, 27 Oktober 2017.

*) Penulis adalah staff redaksi buletin al-Anwar sekaligus santri PP. Anwarul Huda Malang.

http://rbi.or.id/hamba-hamba-allah-yang-cerdas/


Berikut adalah tulisan teman yang sangat baik hatinya. Kemudian saya memberi beberapa komentar terhadap apa yang disampaikannya.

********"**"***********"*************"********

Kenapa sih kalian harus bertengkar soal "perspektif pacaran"
Oleh: N U U


Pacaran. Yups. satu kata yang punya banyak followers dan haters. Yang followers sepakat berpendapat bahwa jalan ini adalah jalan perkenalan mutlak yang harus dijalani dua orang untuk saling dekat dan memahami karakter pasangan sebelum menikah “kita nggak akan bisa nikah/jadi lanjut menikah kalau kita nggak pacaran dulu/kalau kita tiba2 putus”semisal. Bagi si followers pacaran, menikah itu jalannya susah , terjal, jadi harus penuh pertimbangan yang realistis sebelum masuk ke vase kehidupan itu, salah satu jalan realistisnya adalah harus memilih kehendak hati, menjadi saling mencintai kemudian penjajakannya lewat pacaran. (Disini definisi pacaran yang saya maksud adalah hubungan yang dilakukan dua orang sebelum menikah ya, entah dengan istilah ta’aruf komitmen atau istilah2 Jaman Now yang lain dan biar lebih mudah nulis di artikel kita sebut saja itu dengan 1 kosa kata. “pacaran”.) Oke balik lagi kalau tadi tentang si followers, Berbeda dengan si haters yang pastinya akan meledak ledak ketika mendengar kata ini diucapkan oleh si followers, atau ketika si haters melihat aktivitas ini di tengah lingkungannya.

Hohooo... Haters tingkat tinggi bisa mengeluarkan makian paling sakitnya, dengan dalil dalil agama, dengan apapun pendapat yang membenarkan bahwa pacaran adalah hal yang dilarang. kalau tadi si followers yang lebih membawa misi cinta dan realistis, si haters ini beda lagi, dia membawa prinsip iman yang begitu kuat, si haters begitu yakin menang krn dia membawa kebenaran prinsip agama yang mutlak dan tidak diragukan lagi. Kata haters Rasulullah aja udah bilang “ lam aro al mahabbatani illa finnikah, aku blm pernah melihat dua org yang saling mencintai kecuali dlm pernikahan” Sebenarnya haters ini membawa visi yang begitu mulia, ingin menyampaikan kepada followers bahwa prinsip agama islam melarang pacaran akan membuat kalian tidak akan pernah menyesal. so ikuti kalau kalian mengaku islam, dll.

But terkadang saran haters dengan caciannya, sindirannya, atau judgementnya kepada followers dengan kata-kata pedas menimbukan pertengkaran yang pelik diantara kedua kubu ini. dan dlm artikel ini saya ingin berada di posisi tengah2 yang akan mencoba menulis dengan sudut pandang yang se-netral netralnya. Pertanyaan yang selalu bikin saya risau dan nggak nyaman adalah,  Kenapa sih harus ada pertengkaran yang dasyat, saling menyakiti hati, saling menyalahkan, saling membuat perasaan orang lain terluka, cuman soal “perspektif pacaran?” kasian dong yang sebenernya haters pacaran tapi karena dia bener-bener nggak bisa mengelak dengan perasaan jatuh cinta yang itu bukan keinginannya, bukankah jatuh cinta juga kita nggak pernah tau akan terjadi kapan, di umur berapa, dan bukankah itu bukan sesuatu yang direncanakan? kenapa salah satu orang bernasib seperti ini harus disalahin sama perasaan yang nggak pernah dia rencanakan dan sama jalan yang dia lalui buat niatnya yang sebenarnya juga mulia, menikah?

hayolo, kalau udah kayak gini yang ada cuman saling menyakiti kedua kubu, saling bikin nyesek temen satu sama lain. Adanya bukan dakwah tapi malah bikin orang lain down. Okelah makanya pergulatan2 dan pertengkaran2 ini yang pengen banget saya bahas disini.

Sekarang begini, di dunia ini ada beribu orang hidup dan tidak semua orang yang hidup itu beriman dengan prinsip agama yang ada, dan kita nggak akan bisa memaksakan seseorang harus meyakini prinsip agama yang kita anut bersama. Kita nggak bisa maksa orang lain buat imannya sekuat baja seperti kita, nggak akan bisa. Semua orang punya kadar keimanan yang tinggi rendahnya beda beda, kadar kepercayaan kepada prinsip agama yang beda-beda juga. Nggak bisa disuruh harus ninggalin prinsip dia, nggak bisa disuruh harus sama imannya kayak kita.


Jadi kalau udah gitu anggep aja pacaran itu jalan masing-masing orang yang mereka yakini, nggak pacaran juga jalan masing-masing orang yang mereka yakini. Pada intinya garis finish nya adalah Menikah kan?. Tapi cara yang mereka ambil beda-beda. Ibarat kita mau pergi ke Bandung dari Malang, ada yang naik kereta lewat stasiun kota baru ke bandung, ada yang langsung naik pesawat biar cepet tapi turun jakata dulu baru naik kereta ke bandung, ada yang naik bus. Tapi semuanya tujuannya ke Bandung. Sama kaya mereka, tujuannya menikah. Sekarang dari cara-cara yang udah mereka lalui kita juga nggak akan pernah tau yang namanya jodoh dan rahasia Allah. Yang pacaran trus nikah abis itu cerai juga banyak. Yang nikah langsung nggak pake pacaran habis itu cerai juga ada. Nggak mesti yang nggak pacaran itu yang jodoh, belum tentu, iya kan? jadi buat apa kita harus bertengkar sama prinsip orang lain yang nggak sepaham sama kita? Kita nggak pernah tau kedalaman niat seseorang seberapa, kita nggak pernah tau dia pacaran karena terpaksa atau krn apa, krn mngkin sebenernya nggak mau pacaran tapi karena blm siap nikah masih berjuang dulu makanya itu dipake buat bertahan kita juga nggak tau, kita juga nggak pernah tau se-main main apa seseorang dengan pasangannya, kita nggak pernah tau bagaimana kerja keras lak-laki yang berkomitmen ingin menghalalkan pasangannya tapi belum punya modal? Jadi cobalah kita skip add dulu judgementnya kalau hati kita udah menyamaratakan kalau pacaran itu hina, buruk! yuk coba liat perasaan orang lain. Bukankah juga kita bukan Hakim? Bukankah raport setiap manusia nilainya juga dari Allah?

Walaupun pun pada akhirnya nanti yang paling menang pasti adalah haters yang membawa prinsip agama karena kebenarannya mutlaq, dan yang menghindari dosa pasti Allah lebih suka, yang tanpa pacaran berarti meminimalsir resiko2 yang timbul kedepan kayak putus , sakit hati dan segala konsekuensi yang dia buat dengan keputusannya yaitu pacaran. tapi alangkah lebih baik kalau haters ini memikirkan cara-cara yang lebih smooth untuk menciptakan dunia yang lebih damai dengan tanpa ada pertengkaran dan sakit hati kubu yang lain. Bukankah Rasulullah berdakwah juga dengan smooth?

Jadi mulai sekarang, yuk dakwahnya lebih di smooth in lagi, kalau soal perasaan kita nggak bisa mengukur dan menilai kadarnya, kita bisa dakwah dengan perilakunya aja, mulai dari kita berdakwah bahwa aktifitas berdua/ macem2 itu nggak boleh apalagi buat perempuan yang Allah itu nganggep kalian mahal, bernilai jadi hartanya harus dijaga, jangan sampe kelewat pacaran hartanya keambil sebelum nikah kan bahaya.

Kita bisa menceritakan Karena dalam pemilihan keputusan pacaran ini sebenernya yang harus mempertimbangkan dan menimbang nimbang resikonya adalah perempuan karena resiko terbesar akan menimpa dia dan kehormatannya. Jadi mungkin dakwah kita sekarng bisa mulai ke Warning activity of pacaran. Apa aja yang harus dijaga sebagai harga wanita, apa aja yang nggak boleh dilakuin, dll. Pada akhirnya Allah yang akan ngasih hidayah ke setiap pintu2 hati hambanya. Bisa jadi dari dakwah kita cuman ngasih warning pacaran harus puasa dulu nggak boleh ketemu nggak boleh ini itu,  harus jaga hati yang bener sampai wktu yg tepat, trus tiba2 dia sadar kalau cara pacarannya nggak sehat akhirnya dia memilih ninggalin semua mudhorot2 itu, who knows kan? atau tiba2 cowonya nyaktin dia akhirnya hidayah Allah lewat peristiwa putus , who knows juga kan? karena pada akhirnya nanti waktu akan membantu seseorang buat menyadari ternyata jalan mana yang sebenernya lebih baik buat dia jalani. intinya dakwah smooth dan didoain itu lebih keren dari pada lewat judgement yg menyakiti hati. krn soal raport dan penilaian harus bgt diserahin sama Allah. kan takut kalau kita awalnya haters bgt pacaran, abis itu Allah nakdirin kita mengalami rasa jatuh cinta kaya dia dan ternyata kta baru sadar kalau itu sulit, nanti kita malah jadi haters yang diejek balik kalau kita ga survive sama prinsip kita iya kan?

So slow down yah sekarang. Hidup kedamaian :)

************"*""""""************************

Kemudian berikut adalah komentar saya, heehe.

Kakak Berjilbab, Kok Pacaran?
Oleh: M. Fahmi


Aku sudah membaca baik-baik tulisan yang *name* post di web *name of blog*. Bagus sekali. Merupakan tulisan dengan nada yang tawasuth ala konsep Islam, yaitu tidak terlalu hemisfer kanan dan tidak pula terlalu hemisfer kiri.

Pada dasarnya memang, setiap manusia ditakdirkan memiliki pemikiran-pemikiran yang dengannya ia bisa melihat, mana yang baik dan mana yang tidak baik menurut subyektivitasnya masing-masing. Namun demikian, lagi-lagi perspektif manusia disadari atau tidak kadang terlalu dangkal dan bahkan tumpul untuk memahami keutuhan kebenaran.

Apalagi, manusia di muka bumi telah diberikan apa yang disebut sebagai pedoman kehidupan. Ia merupakan sumber dari segala. Dan, jangan pernah sekali-kali membohongkannya.

Dan lagi, kebenaran tetaplah sebagai sebuah kebenaran. Manusia dengan segudang ilmu yang dimiliki hanyalah setetes air di ribuan samudera.
Sebagai seorang muslim/ah, patut rasanya kita untuk memiliki keyakinan dan keteguhan yang utuh. Hanya untuk urusan agama, kita tak boleh sedikitpun plin-plan. Apalagi masih ragu atas masalah apakah pacaran itu boleh atau tidak. Sebab, agama adalah keyakinan dan keteguhan.

Kita tak perlu mencemooh mereka yang berpacaran. Tugas kita hanya menyampaikan kebenaran, sekalipun itu pahit rasanya (seperti misi Koma, heehe), bukan memaki. Bukan sama sekali. Mungkin cara pandang orang saja yang salah memaknai, kalau-kalau Islam itu kaku, kalau-kalau Islam itu pembenci, padahal tidak, hanya soal pembiasaan saja.

Satu lagi, kita telah mengerti segala tentang batas-batas pandang dan sentuh. Setiap pandang yang tidak pada tempatnya adalah karma. Setiap sentuh yang tidak pada tempatnya adalah api yang kelak lebih berhak untuknya.

Sementara, orang yang berpacaran tidak mungkin meniadakan keduanya. Bahkan, setiap ucapan adalah dusta, setiap penglihatan adalah entah. Apalagi dan selanjutnya. Rasa-rasanya, manusia telah diberikan anugerah nikmat hati, otak, mata, mulut, hanya untuk sebagaimana mestinya, bersyukur (baca: taat). Toh, sesungguhnya kalau dipikir-pikir secara bening tidak ada gunanya menghabiskan waktu untuk sesuatu yang sia-sia. Sebetulnya, pacaran itu tidak penting. Maaf, lelaki -agaknya- memang selalu berpikir mudah kalau hanya soal mencari, entah lagi kalau perempuan yang mudah sekali gelisah. Wkwk.

Saya, dalam hal ini malah -agaknya- lebih pro dengan pakaian yang dikenakan oleh kaum Hti. Hanya, ulama yang datang ke Indonesia pada waktu itu menyesuaikan dakwah dengan kondisi yang ada agar tidak terlihat kaku. Sehingga menjadilah sebagaimana menjadi, kebudayaan. Aturan hukum memang seperti apa yang ada sekarang, tetapi hukum Islam tetap berlaku di mana-mana sebagaimana yang semestinya.

Kesimpulan. Saya bukan seorang haters dan bukan pula seorang followers. Saya bukan pembenci dan pemaki mereka yang berpacaran. Saya juga bukan orang yang pengagum dan pengikut pacaran. Saya hanyalah hamba Tuhan yang memiliki prinsip, keyakinan, dan keteguhan, yang telah dibangun bertahun-tahun lamanya. Tanpa guru, mana mungkin aku mengetahui kebenaran, mana mungkin aku mengenal Tuhan. Dan lagi, semua hanyalah soal cara pandang. Islam itu indah, bukan. :)

Malang, 30 Oktober 2017



Mathematics may not teach us how to add love or how to minus hate. Because love is not mathematics, but mathematics require love. That’s why, Mathematics can gives us every reason to hope that every problem has a solution...

Silakan download file lengkapnya di: http://repository.uin-malang.ac.id/1968/
Mahasiswa UB Bantu Peternak Mememenuhi Pakan  Hijauan di Musim Kemarau
Oleh: Abdul Afif

Permasalahan yang dialami oleh banyak peternak adalah dalam penyediaan pakan untuk ternak mereka. Karena produksi pakan bersifat musiman dimana umumnya produksi pakan menurun ketika musim kemarau, yaitu pada bulan April hingga September. Pada bulan tersebut peternak kesulitan mendapatkan hijauan alam maupun yang dibudidayakan, dan sebaliknya pada musim hujan produksinya berlebih.

Berlatar belakang dari masalah tersebut mendorong 4 mahasiswa UB masing-masing Khusnun Nisa (2013), Muh. Yunus (2013), Agus Vinasari (2013) dari Fakultas Pertanian dan Moh. Abdul Afif (2014) dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan yang tergabung dalam kelompok PKM-M dengan program “PEMPEK HIFERNGIN” Pelatihan Pembuatan Pakan Ternak Teknologi Hifer Sebagai Upaya Memenuhi Kebutuhan Pakan Hijauan Ternak di Musim Kemarau di Desa Bogangin.

Kegiatan ini bertujan untuk membantu peternak Desa Bogangin Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro dalam memenuhi hijauan  pakan ternak yang mudah, murah serta bermutu tinggi saat musim kemarau tiba dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada sehingga dapat meningkatkan produktifitas ternak mereka.

Kegiatan pelatihan pembuatan pakan ternak

Program ini merupakan implementasi dari pendanaan proposal dari Kementrian Ristek dan Dikti dalam ajang program kreativitas mahasiswa dibidang pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan pada bulan April hingga Juli 2016.

Serangkaian acara yang telah terlaksana dari program tersebut yaitu terlaksananya kegiatan Sosialisasi dan Pelatihan pembuatan pakan fermentasi pada 28 Maret 2016 serta kegiatan produksi pakan yang dilaksanakan pada 17 Mei 2016.

“Sebelum kami datang kedesa tersebut menurut warga setempat  rata-rata peternak memberikan pakan jerami kering saat musim kemarau tiba, padahal jika di lihat dari kandungan nutrisinya, jerami kering hanya mengandung sedikit nutrisi bahkan minim serat. Akibatnya ternak dapat mengalami penurunan produktifitas. Melalui program PKM M “Pempek Hiferngin” ini, selain mampu memenuhi pakan hijauan ternak  juga dapat mengurangi waktu mencari rumput bagi para peternak serta produktifitas ternak saat musim kemarau tetap meningkat,” kata Khusnun selaku ketua tim.
Dalam program PKM “Pempek Hiferngin” masyarakat diajarkan tentang cara membuat pakan hijauan fermentasi, dan  menggunakannya saat musim kemarau tiba.

Khusnun Menjelaskan teknologi yang digunakan dalam program ini diadopsi dari temuan LPPM Centras IPB yang disebut Teknologi Hi-Fer (Hijauan fermentasi). Teknologi Hifer Merupakan teknologi fermentasi hijauan ternak dengan menggunakan AF (Aditif Fermentasi) sebagai bahan utamanya yang terbukti mampu meningkatkan bobot ternak, efisiensi dalam penggunaan pakan, sera mengurangi waktu peternak dalam mencari rumput karena daya simpannya yang lama.

Foto bersama anatar tim PKM M dan peternak sapi Desa Bogangin


"Dari program pemberdayaan yang telah kami ajarkan, para peternak desa bogangin mampu memproduksi sendiri pakan hijauan fermentasi sesuai dengan prosedur, dan memberikannya pada ternak-ternak mereka secara terus-menerus khususnya saat musim kemarau,”kata Khusnun.

 “kedepannya kami mempunyai rencana untuk menjadikan desa Bogangin menjadi desa ternak mandiri yang unggul dan dapat menjadi pelopor bagi desa-desa sekitarnya untuk mengembangkan peternakan menjadi peternakan yang unggul,” kata Khusnun.(Afif)

Majalah Nusantara Edisi 05 (Terbit Februari 2016),

Silakan download. Berikut link-nya.


Cover Depan: Klik di sini.

Isi Majalah: Klik di sini.

Cover Belakang: Klik di sini.
Metamorfosa Koma Nusantara
Oleh: Bang Shmad

Reportase Lesehan Nusantara #03

So, we must go on!


Rencana awalnya, agenda Lesehan Nusantara #03 akan diadakan di bulan Syawwal, dengan pertimbangan sekalian menunggu selesainya pembuatan jaket almamater Koma Nusantara. Akan tetapi karena ada trouble di konveksinya (dengan alasan tukangnya mengalami “kecelakaan”), sehingga sampai deadlines yang disepakati, jaketnya belum mampu di selesaikan.

Tidak ingin terjebak dalam ketidakpastian, maka pengurus pusat Koma Nusantara pun 
menyepakati kebijakan sebagai berikut.

Rangkaian Lesehan Nusantara #03 dimulai di museum Majapahit. Sesuai dengan rencana, setelah berkeliling melihat-lihat bukti kebesaran Majapahit yang ada di museum, tepat pukul 10.00, keluarga Koma berkumpul di rest area untuk menjaring aspirasi anggota, sekaligus mengadakan reformasi kepengurusan Koma Nusantara cabang Tambakberas, yang akhirnya memilih saudara Fajar sebagai ketua Koma Nusantara cabang Tambakberas Masa Abdi 2015 – 2016.

Setelah istirahat, makan siang, sholat jum’at, dan ziarah di makam Syaikh Jumadil Kubro. Keluarga Koma Nusantara kemudian meluncur ke Candi Bajangratu untuk melanjutkan rangkaian acara berikutnya.

Nusantara Bajangratu. Karena banyaknya agenda yang harus dibahas, keluarga Koma Nusantara membagi dirinya dalam tiga forum kecil, yakni: Koma Pusat, Koma Tambakberas, dan redaksi Majalah Nusantara. Setelah berdiskusi sekitar satu jam, acara dilanjutkan dengan presentasi hasil diskusi forum kecil dalam forum bersama (gabungan tiga forum kecil), dan setelah proses saling memberi, meminta, dan menerima masukan. Akhirnya forum bersama menyepakati beberapa hal, di antaranya:

Akhirnya, adzan Ashar, mengingatkan kami untuk segera mengakhiri agenda Lesehan Nusantara #03, karena anggota keluarga Koma harus kembali ke medan juangnya masing–masing, agar proses koma tak hanya berhenti pada tahapan diskusi, dan mimpi. Akan tetapi  juga mewujud dalam aksi nyata, yang semata hanya untuk menjalankan titah dari-Nya. Amiin.

Segera melaksanakan agenda lesehan nusantara #03 tanpa menunggu jaket almamater Koma Nusantara jadi, mengingat agenda LS #03 ini telah tertunda hampir 3 bulan.

Lesehan nusantara #03 diadakan di Bumi majapahit (Trowulan), pada hari Jum’at tanggal 02 Oktober 2015.

Segera setelah pelaksanaan LS #03, akan mencari konveksi yang lain untuk mempercepat proses pembuatan jaket almamater Koma Nusantara.
Bumi Majapahit menjadi saksi.

  1. Mengawal proses metamorfosa Koma Nusantara, dari komunitas menjadi Yayasan.
  2. Berikhtiar agar Yayasan Koma Nusantara, nantinya bisa memiliki sebuah penerbitan.
  3. Membuka ruang kepada semua anggota keluarga koma untuk ikut berpartisipasi dalam program celengan nusantara, yang nantinya akan dimaksimalkan untuk membiayai operasional yayasan Koma Nusantara.
  4. Membuat database anggota Koma Nusantara, dalam rangka untuk menjaga tali silaturahim yang positif antara yang satu dengan yang lain.
  5. Penerbitan Majalah Nusantara, tetap setahun tiga kali, dan majalah nusantara edisi berikutnya (edc 5) disepakati terbit di bulan Februari 2016.
  6. Agenda outbond Koma Nusantara, disepakati setahun dua kali, yakni wisata religi di sekitar bulan Februari, dan wisata alami di sekitar bulan Juli.
  7. Koma nusantara cabang Tambakberas, akan ikut membantu membuat sebuah ruang kelas bersama (Ngopi Tumpah), tempat santri Tambakberas bisa belajar tentang banyak hal, dengan tanpa memandang perbedaan ribath, sekolah, orda, komunitas, dan lain sebagainya.
  8. Koma Nusantara cabang Malang, akan mengadakan Diklat kepenulisan di Paralayang, pada tanggal 14 November 2015.
Koma, tak pernah berhenti berkarya.
Bumi Majapahit, 02 Oktober 2015.