Perjalanan Musim
Oleh: M. Fahmi
Di dadaku ini seperti senja,
cukup lapang untuk menampung gelap dan cahaya
Juga duka dan suka
Sesudahnya, ialah malam
Mungkin sengaja, malam hadirkan Rembulan untuk menemaniku
Sedemikian, ia sungguh berani, menyapaku yang dingin
Meski, tak banyak perempuan yang lancang mendekatiku
Kami becermin pada langit malam
Malam yang sungguh entah
Kelamnya senantiasa menyimpan rahasia
Belum pernah kulihat, ada warna semuram malam ini
“Tenanglah. Semua hanyalah pernik kecil
dari rantai perjalanan musim,
Kita akan selalu membajui hidup
dengan sabar dan syukur,” begitu hiburnya
Tak ada sepotong kalimat pun yang keluar dari mulutku
Namun mataku lebih menghujam dibanding kata-kata
Sekalipun hanya sekali ia menatap mataku,
Selebihnya ia mungkin takut
Dan sayangnya, wajahku tak bisa berbohong
Ah, lelaki payah!
Sementara, aku tak bisa berbuat lebih
Masih sebatas pura-pura
Tapi aku mengharapkannya di sisiku
Pada hari-hari setelah hari ini
Hangat, mengalir dari cahaya Rembulan
Kami merumahkan harapan
dan menanggalkan doa-doa hingga ke pucuk langit
Betapa pergi dan datangnya Rembulan
Selalu bisa menyesakkan dada
Ia sungguh menenangkan. Menyenangkan
Wajarlah jika aku selalu jatuh cinta
Lebih dari cinta itu sendiri
Selalu.
Tiba-tiba kudengar sayup-sayup suara
“Menangislah!
Tuhan menciptakan air mata
bukan untuk perempuan saja.”
Malang, 10.11.2017
Lelaki Paling Biasa di Bumi
Oleh: Helvy Tiana Rosa
Kata mereka kau lelaki paling biasa di bumi,
tapi mengapa pagi selalu terbit dari matamu?
tapi mengapa pagi selalu terbit dari matamu?
Kata mereka kau lelaki paling biasa di bumi,
tapi mengapa ketenangan selalu berumah di wajahmu?
tapi mengapa ketenangan selalu berumah di wajahmu?
Kata mereka kau lelaki paling biasa di bumi,
tapi mengapa hidup yang paling surga adalah saat bersamamu?
tapi mengapa hidup yang paling surga adalah saat bersamamu?
Dalam Do'aku
Oleh: Sapardi Djoko Damono
Dalam doaku subuh ini
kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata,
yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama,
yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara
Ketika matahari mengambang
tenang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma
pucuk-pucuk cemara
yang hijau senantiasa,
yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil
kepada angin yang mendesau
entah dari mana
Dalam doaku sore ini
kau menjelma seekor burung gereja
yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu,
yang tiba-tiba gelisah dan terbang
lalu hinggap di dahan mangga itu
Maghrib ini dalam doaku
kau menjelma angin
yang turun sangat perlahan dari nun di sana,
bersijingkat di jalan
dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
Dalam doa malamku
kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya,
yang setia mengusut rahasia demi rahasia,
yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku
Aku mencintaimu.
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai
mendoakan keselamatanmu
Cahaya hati
Oleh: Opick
Allah engkau dekat
Penuh kasih sayang
Takkan pernah engkau
Biarkan hamba Mu menangis
Karna kemurahan Mu
Karna kasih sayang Mu
Hanya bila diri Mu
Ingin nyatakan cinta
Pada jiwa jiwa yang rela
Dia kekasih Mu
Kau yang selalu terjaga
Yang memberi segala
Allah Rohman Allah Rohim
Allahu Ya Ghofar Ya Nurul Qolbi
Allah Rohman Allah Rohim
Allahu Ya Ghofar Ya Nurul Qolbi
Di setiap nafas di segala waktu
Semua bersujud memuji memuja asthma Mu
Kau yang selalu terjaga
Yang memberi segala
Setiap makhluk bergantung padaMu
Dan bersujud semesta untuk Mu
Setiap wajah mendamba cinta Mu cahaya Mu
Taubat
Oleh: Opick
wahai tuhan jauh sudah
lelah kaki melangkah
aku hilang tanpa arah
rindu hati sinar-Mu
wahai tuhan aku lemah
hina berlumur noda
hapuskanlah terangilah
jiwa di hitam jalanku
hina berlumur noda
hapuskanlah terangilah
jiwa di hitam jalanku
ampunkanlah aku
terimalah taubatku
sesungguhnya engkau
sang maha pengampun dosa
terimalah taubatku
sesungguhnya engkau
sang maha pengampun dosa
Ya robbi, ijinkanlah
aku kembali padamu
meski mungkin takkan sempurna
aku sebagai hambamu
aku kembali padamu
meski mungkin takkan sempurna
aku sebagai hambamu
ampunkanlah aku
terimalah taubatku
sesungguhnya engkau
sang maha pengampun dosa
terimalah taubatku
sesungguhnya engkau
sang maha pengampun dosa
berilkanlah aku
kesempaatn waktu
aku ingin kembali
kembali...
kesempaatn waktu
aku ingin kembali
kembali...
dan meski tak layak
sujud padamu
dan sungguh tak layak
sujud padamu
dan sungguh tak layak
aku...
SHOHIBU BAITIY merupakan lagu kebangsaan semesta maiyah.
Koor: Cak Nun & Kiai Kanjeng (CNKK)
SHÔHIBU BAYTÎ (3x), YÂ SHÔHIBU BAYTÎ
Tuan rumah (hati)ku (3x), wahai Tuan rumah (hati)ku.
IMÂMU HAYÂTÎ (3x), YÂ IMÂMU HAYÂTÎ
Pemimpin hidupku (3x), wahai Pemimpin hidupku.
MURSYIDU ÎMÂNÎ, ANTA SYAMSU QOLBÎ, QOMARU FU`ÂDÎ, YÂ QURROTU ‘AYNÎ
Penuntun imanku, Engkau Matahari qalbuku, Rembulan hatiku, wahai Penyejuk mataku.
SYÂFI’U NASHÎBÎ, YÂ MAWLÂ JIHÂDÎ, UFUQU SYAWQÎ, YÂ BÂBU ÂKHIROTÎ
Penolong nasibku, wahai Muara perjuanganku, Cakrawala rinduku, wahai Pintu akhirat/keabadianku.
Pada suatu hari nanti
Oleh: Sapardi Djoko Damono
pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau tak akan kurelakan sendiri
pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati
pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau tak akan letih-letihnya kucari