Penglihatan |
Ketika kita sedang memperhatikan orang lain, maka selalu lihatlah kebaikan-kebaikannya, jangan sampai berpikiran negatif. Siapa tahu ia bisa selamat dengan sifat kasih sayang dan kemurahan-Nya. Saat ia melakukan kesalahan atau kemungkaran, boleh jadi apa yang kita lihat itu menjelma sebuah ujian bagi kita. Maka jika kita benar-benar menyayanginya, kita hanya perlu mengingatkan secara pribadi, dengan kalimat-kalimat yang baik. Kebanyakan orang tidak demikian, di dalam hatinya malah tumbuh penyakit prasangka dan kebencian, bahkan memberitakan dan membicarakan bersama banyak orang. Dalam kasus ini, boleh jadi kita yang malah tidak akan selamat. Kita tidak boleh membenci siapa pun, kita hanya boleh untuk tidak menyukai sesuatu yang dilakukannya, bukan orangnya.
Saat kita sedang memperhatikan diri sendiri, maka selalu lihatlah keburukan-keburukan kita, jangan merasa bisa selamat hanya dengan prestasi amal. Siapa tahu kita tidak bisa selamat dengan sifat keadilan-Nya. Saat kita melakukan kebaikan, boleh jadi apa yang kita rasakan menjelma sebuah ujian bagi kita. Maka jika kita benar-benar menyayangi diri kita sendiri, perbanyaklah memohon ampunan. Semakin banyak kita melakukan kebaikan seharusnya semakin banyak pula kita memohon ampunan dan meminta keselamatan. Jangan sampai melebih-lebihkan diri di atas orang lain. Karena kebaikan kita pun berasal dari-Nya.
"Apa yang kau lihat belum tentu merupakan hasil dari pandangan kalbumu yang bening," begitu kata Gus Mus dalam salah satu cerpennya. Sudah menjadi keniscayaan, setiap manusia senantiasa dilengkapi oleh patahan-patahan waktu, dilengkapi dengan perangai baik-buruk, dan dengan dirinya yang tidak sempurna.
Semakin banyak belajar, kita akan menemukan ada begitu banyak orang-orang baik di dunia ini. Semua orang itu baik. Tuhan telah memberi anugerah penglihatan yang baik. Maka di saat kita berpikir ada orang yang tidak baik, berarti ada yang salah dengan penglihatan kita.
Setiap dari kita sedang belajar mencintai. Menemukan setiap warna kebaikan di sepanjang penglihatan, untuk kemudian kita tanam dan rawat di pekarangan kalbu. Kita juga sedang belajar membuang kebencian. Menghapus gumpalan-gumpalan hitam yang menyesakkan dada.
Konon, semakin tinggi derajat seseorang, maka ujiannya pun akan semakin besar. Kita pasti ingat kisah seorang ulama besar, punya ribuan santri yang kesemuanya bisa terbang di langit. Tapi di akhir hayatnya ia malah ditakdirkan tidak selamat, karena terpedaya oleh rajanya Iblis. Na'udzubillah tsumma na'udzubillah min dzalik. Kalau boleh dipikir, lebih enak menjadi orang biasa, karena ujiannya tidak terlalu besar, paling cuma diganggu oleh golongan setan yang kecil-kecil dan lucu, kemungkinan bisa juga diajak bercanda, atau sekali-kali kita tipu, dan kita ajak ke dalam kebaikan. Hehehe. ~
Mukhammad Fahmi