Pada dasarnya, setiap manusia menyukai keindahan. Nada dan segala bunyi alam itu sesungguhnya adalah nyanyian yang dihasilkan dari lika-liku perjalanan kehidupan. Karena hidup merupakan pemberian yang begitu berharga, kita menangis bersyukur sepuas-puasnya. Selamat pagi. Selamat menjalankan aktivitas. Selamat menunaikan ibadah apa saja yang dapat mendekatkan diri kepada Tuhan, semisal rindu.
Kangen ngaji Maiyah bareng Mbah Nun.. ;(
Setiap kali mendengarkan lagu kebangsaan Maiyah di bawah ini, saya selalu dibuat meleleh..
Suara Cerita
Suara Cerita merupakan tulisan-tulisan karya Kurniawan Gunadi yang dibacakan oleh dokterfina.
Kartu Pos Bergambar Jembatan Golden Gate San Fransisco
Oleh: Sapardi Djoko Damono
kabut yang likang
dan kabut yang pupuh
lekat dan gerimis
pada tiang-tiang jembatan
matahari menggeliat dan kembali gugur
tak lagi di langit berpusing
di perih lautan
Gadis Kecil
Oleh: Sapardi Djoko Damono
Ada gadis kecil diseberangkan gerimis
di tangan kanannya bergoyang payung
tangan kirinya mengibaskan tangis
di pinggir padang,
ada pohon
dan seekor burung
Alunan Puisi Indonesia oleh Ari-Reda:
Ketika Kau Tak Ada
Oleh: Sapardi Djoko Damono
ketika kau tak ada, masih tajam seru jam dinding itu
jendela tetap seperti matamu
nafas langit pun dalam dan biru, hanya aku yang
menjelma kata, mendidih, menafsirkanmu
kau mungkin jalan menikung-nikung itu
yang menjulur dari mimpi, yang kini
mesti kutempuh, sebelum sampai di muaramu
sungguh tiadakah tempat berteduh disini?
kalau tak ada di antara jajaran cemara itu
kepada Siapa meski kucari jejak nafasmu?
magrib begitu deras, ada yang terhempas
tapi ada goresan yang tak akan terkelupas
Lelaki Paling Biasa di Bumi
Oleh: Helvy Tiana Rosa
Kata mereka kau lelaki paling biasa di bumi,
tapi mengapa pagi selalu terbit dari matamu?
Kata mereka kau lelaki paling biasa di bumi,
tapi mengapa ketenangan selalu berumah di wajahmu?
Kata mereka kau lelaki paling biasa di bumi,
tapi mengapa hidup yang paling surga adalah saat bersamamu?
Duh Gusti
Oleh: Emha Ainun Nadjib
Duh Gusti,
mugi paringo ing margi kaleresan
Kados margineng menungso
kang manggih kanikmatan
Sanes margining menungso
kang paduko la'nati
Eleng-eleng siro menungso
Uripmu ono ing alam dunyo
Dalam Do'aku
Oleh: Sapardi Djoko Damono
Dalam doaku subuh ini
kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata,
yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama,
yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara
Ketika matahari mengambang
tenang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma
pucuk-pucuk cemara
yang hijau senantiasa,
yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil
kepada angin yang mendesau
entah dari mana
Dalam doaku sore ini
kau menjelma seekor burung gereja
yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu,
yang tiba-tiba gelisah dan terbang
lalu hinggap di dahan mangga itu
Maghrib ini dalam doaku
kau menjelma angin
yang turun sangat perlahan dari nun di sana,
bersijingkat di jalan
dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
Dalam doa malamku
kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya,
yang setia mengusut rahasia demi rahasia,
yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku
Aku mencintaimu.
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai
mendoakan keselamatanmu
Cahaya hati
Oleh: Opick
Allah engkau dekat
Penuh kasih sayang
Takkan pernah engkau
Biarkan hamba Mu menangis
Karna kemurahan Mu
Karna kasih sayang Mu
Hanya bila diri Mu
Ingin nyatakan cinta
Pada jiwa jiwa yang rela
Dia kekasih Mu
Kau yang selalu terjaga
Yang memberi segala
Allah Rohman Allah Rohim
Allahu Ya Ghofar Ya Nurul Qolbi
Allah Rohman Allah Rohim
Allahu Ya Ghofar Ya Nurul Qolbi
Di setiap nafas di segala waktu
Semua bersujud memuji memuja asthma Mu
Kau yang selalu terjaga
Yang memberi segala
Setiap makhluk bergantung padaMu
Dan bersujud semesta untuk Mu
Setiap wajah mendamba cinta Mu cahaya Mu
Taubat
Oleh: Opick
wahai tuhan jauh sudah
lelah kaki melangkah
aku hilang tanpa arah
rindu hati sinar-Mu
wahai tuhan aku lemah
hina berlumur noda
hapuskanlah terangilah
jiwa di hitam jalanku
ampunkanlah aku
terimalah taubatku
sesungguhnya engkau
sang maha pengampun dosa
Ya robbi, ijinkanlah
aku kembali padamu
meski mungkin takkan sempurna
aku sebagai hambamu
ampunkanlah aku
terimalah taubatku
sesungguhnya engkau
sang maha pengampun dosa
berilkanlah aku
kesempaatn waktu
aku ingin kembali
kembali...
dan meski tak layak
sujud padamu
dan sungguh tak layak
aku...
SHOHIBU BAITIY merupakan lagu kebangsaan semesta maiyah.
Koor: Cak Nun & Kiai Kanjeng (CNKK)
SHÔHIBU BAYTÎ (3x), YÂ SHÔHIBU BAYTÎ
Tuan rumah (hati)ku (3x), wahai Tuan rumah (hati)ku.
Penolong nasibku, wahai Muara perjuanganku, Cakrawala rinduku, wahai Pintu akhirat/keabadianku.
Pada suatu hari nanti
Oleh: Sapardi Djoko Damono
pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau tak akan kurelakan sendiri
pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati
pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau tak akan letih-letihnya kucari
Hujan Bulan Juni... ;(
Oleh: Sapardi Djoko Darmono
tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
Aku ingin mencintamu dengan sederhana
Oleh: Sapardi Djoko Damono
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Manakala Sajak-sajak Berloncatan Oleh: Khrisna Pabichara
1.
Yang kutahu dari seketika adalah jarak antara pengakuan cintamu dengan kepergianmu. Aku linglung di simpang jalan, berharap angin sudi bergerak tunak ke tanjung cinta. Berharap dari sana dapat bermula cerita. Tapi, kita biarkan ketulusan pergi sebelum ia selesai mengajari kita rahasia kehilangan. Sesudahnya, kita sibuk saling menyalahkan.
2.
Rindu adalah pakaian yang kukenakan agar kamu mengenaliku dari kejauhan. Kita bertemu manakala kota-kota dirambati fitnah. Lumpur bergerak, mencekik leher. Kita menjadi arca, tugu airmata. Dari matamulah, sesungguhnya, kukenali indahnya kesendirian. Ialah kemerdekaan sejati, yang kerap kamu intimi ketika sunyi menegaskan diri. Sungguh, apa yang kita sebut sebagai cinta tak lebih dari eratnya pelukan perpisahan. Sesudahnya, kita berlomba menanak rindu.
3.
Kita adalah perantau yang sama-sama sibuk menumpuk harapan. Di persimpangan, perpisahan kita pilih sebagai cara. Terakhir kamu kecup harapanku sembari membaca mantra Marquez dan Coelho. Mantra yang merambat, menjulur, dan mengeram di dada. Sesungguhnya, bagiku, kamu adalah hulu, tempat segala yang bergerak kehilangan hilir.
4.
Kamu adalah harapan yang memaksa untuk terus kujangkau. Selamanya. Bahkan, lebih lama dari selamanya.
Parung, Mei 2011
Rapuh
Oleh: Opick
detik waktu terus berjalan
berhias gelap dan terang
suka dan duka tangis dan tawa
tergores bagai lukisan
seribu mimpi berjuta sepi
hadir bagai teman sejati
di antara lelahnya jiwa
dalam resah dan air mata
kupersembahkan kepadaMu
yang terindah dalam hidupku
meski ku rapuh dalam langkah
kadang tak setia kepadaMu
namun cinta dalam jiwa
hanyalah padaMu
maafkanlah bila hati
tak sempurna mencintaiMu
dalam dadaku harap hanya
diriMu yang bertahta
detik waktu terus berlalu
semua berakhir padaMu
Hatiku Selembar Daun
Oleh: Sapardi Djoko Damono
Hatiku selembar daun
melayang jatuh di rumput;
nanti dulu,
biarkan aku sejenak terbaring di sini;
ada yang masih ingin kupandang
yang selama ini senantiasa luput;
sesaat adalah abadi
sebelum kau sapu tamanmu
setiap pagi
Senja pun jadi kecil
Oleh: Goenawan Mohammad
Senja pun jadi kecil
Kota pun jadi putih
Di subway
Aku tak tahu saat pun sampai
Ketika berayun musim
Dari sayap langit yang beku
Ketika burung-burung, di rumput-rumput dingin
Terhenti mempermainkan waktu
Ketika kita berdiri sunyi
Pada dinding biru ini
Menghitung ketidakpastian dan bahagia Menunggu seluruh usia
Goenawan Mohammad, 1966
Senja di Pegunungan
Busa telaga tidak lagi dihajar angin
Hutan sepi sudah dari riuh dewa-dewa menari
Hatipun dingin
Sedang gunung-gunung jingga cemas menemu kelam kesangsian malam
Elang mencoba masih mengejar matahari
Dan antara gunung, telaga dan matahari
Lari
Terurai tanya, abadi...
Kegelapan hanyalah ketika taburan cahaya tak diterima.
Selagi ruh masih bersemayam di kandung badan, belum terlambat untuk senantiasa melakukan kebaikan-kebaikan dan memiliki kehidupan seperti yang engkau impikan.
Jika engkau menemukan kebenaran yang tertulis di sini, maka sudah pasti itu datangnya dari Allah. Tapi jika engkau menemukan kesalahan yang tertulis di sini, itu berarti karena kebodohan penulis.
Semoga semua yang tertulis di sini dapat berdenting dalam kehidupan dan berdenyut dalam peradaban!